Rohidin Mersyah, Mantan Gubernur Bengkulu, Didakwa Korupsi dan Akui Kesalahan di Sidang Perdana
Sidang perdana kasus dugaan korupsi yang melibatkan mantan Gubernur Bengkulu, Rohidin Mersyah, beserta dua terdakwa lainnya, Isnan Fajri dan Evriansyah, digelar di Pengadilan Tipikor Bengkulu. Persidangan ini mengungkap dugaan pemerasan dan gratifikasi yang dilakukan oleh para terdakwa terhadap pejabat di lingkungan Pemerintah Provinsi Bengkulu.
Dalam persidangan yang dipimpin oleh Hakim Faisol, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membacakan dakwaan yang memberatkan Rohidin Mersyah. Menariknya, Rohidin secara terbuka mengakui seluruh dakwaan yang diajukan kepadanya dan menyatakan tidak akan mengajukan eksepsi atau keberatan atas dakwaan tersebut. Pengakuan serupa juga disampaikan oleh dua terdakwa lainnya, Isnan Fajri, yang merupakan mantan Sekretaris Daerah, dan Evriansyah alias Anca, yang bertugas sebagai ajudan gubernur. Mereka kompak menyatakan tidak akan mengajukan eksepsi.
Dakwaan yang dibacakan oleh JPU mengungkapkan bahwa Rohidin Mersyah bersama-sama dengan Isnan Fajri diduga kuat telah menyalahgunakan jabatan mereka untuk meminta sejumlah uang dari para pejabat di lingkungan Pemerintah Provinsi Bengkulu. Dana yang terkumpul tersebut, menurut dakwaan, rencananya akan digunakan untuk membiayai kampanye Rohidin Mersyah yang saat itu berupaya untuk kembali mencalonkan diri sebagai gubernur Bengkulu.
JPU menjelaskan bahwa Rohidin Mersyah diduga memanfaatkan posisinya sebagai gubernur untuk menekan para pejabat agar memberikan kontribusi finansial. Isnan Fajri, sebagai Sekretaris Daerah, berperan aktif dalam mengumpulkan para kepala dinas dan mengkoordinasikan pengumpulan dana tersebut. Dakwaan juga menyebutkan bahwa pejabat yang tidak memenuhi permintaan tersebut terancam dicopot dari jabatannya.
Selama pembacaan dakwaan, Majelis Hakim sempat menegur para terdakwa karena terlihat asyik mengobrol satu sama lain. Hakim Ketua Faisol mengingatkan para terdakwa untuk fokus mendengarkan dakwaan yang sedang dibacakan oleh JPU.
Dalam dakwaan juga terungkap bahwa para pejabat di lingkungan Pemerintah Provinsi Bengkulu diberikan tanggung jawab atas wilayah pemilihan suara tertentu. Pembagian koordinator daerah ini diduga diatur oleh para terdakwa untuk memaksimalkan pengumpulan suara dan dana kampanye.
Kasus ini bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan oleh KPK pada tanggal 23 November 2024. Dalam operasi tersebut, KPK mengamankan Rohidin Mersyah dan sejumlah pejabat lainnya. KPK menduga Rohidin Mersyah telah meminta sejumlah uang kepada para pejabat di lingkungan Pemerintah Provinsi Bengkulu untuk mendanai kampanye Pilkada.
Dari hasil operasi tersebut, penyidik KPK berhasil menyita uang tunai sekitar Rp 7 miliar dalam berbagai mata uang. Setelah melakukan pemeriksaan intensif, KPK menetapkan tiga orang sebagai tersangka dalam kasus ini, yaitu Rohidin Mersyah, Sekretaris Daerah Provinsi Bengkulu Isnan Fajri, dan Ajudan Gubernur Bengkulu Evriansyah alias Anca. Ketiganya kemudian ditahan dan dijerat dengan Pasal 12 huruf e dan Pasal 12B Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 KUHP.
Berikut adalah pasal yang menjerat para terdakwa:
- Pasal 12 huruf e Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor)
- Pasal 12B Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor)
- Pasal 55 KUHP