Revisi UU ASN: Wacana Pengangkatan dan Pemberhentian Jabatan Tinggi ASN oleh Pemerintah Pusat Mencuat

Rencana perubahan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) kembali menjadi sorotan. Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda, mengungkapkan bahwa salah satu poin krusial yang akan dibahas dalam revisi ini adalah wacana pengangkatan dan pemberhentian pejabat eselon II ke atas oleh pemerintah pusat. Hal ini memicu diskusi mengenai implikasi terhadap netralitas ASN dan sistem meritokrasi.

Latar belakang pembahasan revisi UU ASN ini, menurut Rifqinizamy, adalah evaluasi terhadap pelaksanaan pemilu sebelumnya. Ia menyoroti masih maraknya kasus ketidaknetralan ASN, terutama dalam konteks pemilihan kepala daerah (pilkada). Tekanan yang dihadapi ASN di daerah, khususnya pejabat eselon II seperti kepala dinas dan sekretaris daerah, menjadi perhatian utama. Di satu sisi, mereka dituntut untuk netral, namun di sisi lain, mereka juga diharapkan menunjukkan loyalitas kepada kepala daerah. Dilema ini dinilai dapat mengganggu objektivitas dan profesionalisme ASN.

Selain isu netralitas, Rifqinizamy juga menyoroti belum optimalnya penerapan sistem meritokrasi di daerah. Ia mencontohkan kasus individu berpendidikan tinggi, bahkan lulusan S2 atau S3 dari luar negeri, yang tidak mendapatkan kesempatan yang memadai untuk mengembangkan karier dan memberikan kontribusi signifikan bagi birokrasi di daerah. Kondisi ini dinilai kontraproduktif, karena potensi sumber daya manusia yang berkualitas justru tidak termanfaatkan secara maksimal. Rifqinizamy menekankan perlunya memberikan ruang bagi individu-individu berkapasitas tinggi untuk menduduki jabatan strategis dan berkontribusi secara nasional.

Ide untuk menarik kewenangan pengangkatan dan pemberhentian ASN eselon II ke atas ke pemerintah pusat, menurut Rifqinizamy, bertujuan untuk mengatasi permasalahan tersebut. Ia berpendapat bahwa langkah ini tidak bertentangan dengan konstitusi, karena kekuasaan tertinggi terkait pemerintahan berada di tangan Presiden. Dengan demikian, Presiden memiliki kewenangan untuk melakukan mutasi, promosi, dan tindakan lain yang berkaitan dengan pengelolaan ASN. Rifqinizamy juga menambahkan bahwa UU ASN sebelumnya sebenarnya telah mengisyaratkan kemungkinan ini, namun implementasinya belum merata di seluruh Indonesia.

Meski demikian, Rifqinizamy menegaskan bahwa Komisi II DPR RI tidak akan terburu-buru dalam membahas revisi UU ASN. Ia menekankan pentingnya menghasilkan produk legislasi yang memberikan manfaat sebesar-besarnya dan meminimalkan potensi dampak negatif. Pembahasan akan dilakukan secara cermat dan komprehensif, dengan mempertimbangkan berbagai aspek dan kepentingan yang terlibat.

Dengan adanya wacana ini, diharapkan dapat mendorong perbaikan sistem birokrasi di Indonesia, khususnya dalam hal netralitas, meritokrasi, dan pengelolaan sumber daya manusia ASN. Pemerintah pusat diharapkan dapat memanfaatkan kewenangan yang ada untuk memastikan ASN yang berkualitas dan profesional dapat menduduki jabatan strategis dan memberikan kontribusi maksimal bagi pembangunan nasional.