Kebijakan Tarif AS Ancam Kinerja Perdagangan Indonesia
Dampak Kebijakan Tarif AS terhadap Perdagangan Indonesia
Kementerian Perdagangan (Kemendag) menyampaikan kekhawatiran atas potensi dampak negatif dari kebijakan tarif yang diterapkan oleh Amerika Serikat terhadap kinerja ekspor dan impor Indonesia. Proyeksi menunjukkan bahwa penerapan tarif resiprokal sebesar 32% oleh AS terhadap produk Indonesia, serta kebijakan New Baseline Tariff sebesar 10% untuk barang impor dari berbagai negara, dapat memicu penurunan signifikan dalam aktivitas perdagangan internasional Indonesia.
Menurut Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kemendag, Djatmiko Bris Witjaksono, perhitungan internal Kemendag mengindikasikan adanya potensi penurunan kinerja ekspor dan impor dengan variasi dampak antar sektor. Pernyataan ini disampaikan di Kantor Kemendag pada hari Senin, 24 April 2025, menggarisbawahi keseriusan pemerintah dalam menanggapi kebijakan perdagangan AS.
Namun, di tengah kekhawatiran tersebut, pemerintah juga melihat adanya peluang peningkatan investasi ke Indonesia sebagai konsekuensi dari kebijakan tarif ini. Meskipun detail mengenai potensi peningkatan investasi tersebut belum diungkapkan secara rinci, Kemendag memprediksi bahwa penerapan tarif, baik yang bersifat resiprokal maupun new baseline, dapat mendorong masuknya investasi asing langsung atau Foreign Direct Investment (FDI).
Saat ini, tarif dasar yang dikenakan AS kepada Indonesia adalah 10%, yang mulai berlaku sejak 5 April 2025. Sementara itu, implementasi tarif resiprokal 32% masih ditangguhkan oleh AS selama 90 hari ke depan. Selain itu, terdapat tarif sektoral tambahan sebesar 25% yang dikenakan untuk produk baja, aluminium, otomotif, dan komponen otomotif. Tarif ini dikenakan di atas tarif awal yang sudah berlaku.
Djatmiko menjelaskan bahwa jika tarif sektoral telah diterapkan pada suatu negara, maka tarif dasar baru dan tarif resiprokal tidak akan diberlakukan. Dengan kata lain, jika Indonesia mengekspor produk baja, aluminium, atau otomotif yang dikenakan tarif sektoral 25%, maka produk tersebut tidak akan dikenakan tarif dasar baru maupun tarif resiprokal. Kebijakan ini memiliki pengecualian dan aturan khusus yang perlu diperhatikan oleh para pelaku ekspor-impor.
Berikut adalah poin-poin penting yang perlu diperhatikan:
- Tarif Resiprokal AS: Potensi penurunan ekspor dan impor Indonesia.
- New Baseline Tariff: Dampak serupa dengan tarif resiprokal.
- Peningkatan Investasi: Peluang masuknya FDI sebagai dampak kebijakan tarif.
- Tarif Sektoral: 25% untuk baja, aluminium, otomotif, dan komponen otomotif.
- Pengecualian Tarif: Tarif sektoral menggugurkan penerapan tarif dasar baru dan resiprokal.
Dengan adanya kebijakan tarif yang diterapkan oleh AS, pemerintah Indonesia terus melakukan kajian dan perhitungan untuk memitigasi dampak negatif dan memaksimalkan potensi peningkatan investasi yang mungkin terjadi. Langkah-langkah strategis perlu disiapkan untuk menjaga stabilitas dan daya saing perdagangan Indonesia di pasar global.