Mata Pencaharian Terhenti: Ratusan Pedagang Borobudur Menanti Kepastian Lapak
Ratusan pedagang kaki lima (PKL) yang tergabung dalam Paguyuban Sentra Kerajinan dan Makanan Borobudur (SKMB) kini berada dalam situasi sulit. Mereka terpaksa menganggur selama setahun terakhir akibat belum adanya kejelasan terkait hak atas lapak di Kampung Seni Borobudur, sebuah area yang dikelola oleh PT Taman Wisata Borobudur.
Dari total 1.943 lapak yang tersedia, PT Taman Wisata Borobudur baru menyediakan 89 lapak yang diperuntukkan bagi 330 pedagang SKMB yang dianggap memenuhi syarat. Kondisi ini memicu serangkaian aksi dan audiensi, namun upaya tersebut belum membuahkan hasil yang memuaskan bagi para pedagang. Zona II Candi Borobudur, yang dulunya menjadi lokasi berjualan bagi para PKL, kini telah berubah menjadi lahan hijau.
Salah seorang pedagang, Hindarti, mengungkapkan kekecewaannya atas situasi ini. Ia merasa bangga sebagai seorang wanita yang memiliki penghasilan sendiri. Meskipun termasuk dalam daftar 89 pedagang yang berhak atas lapak, Hindarti memilih untuk menolak tawaran tersebut sebagai bentuk solidaritas terhadap rekan-rekannya yang belum mendapatkan hak yang sama. Sebelumnya, Hindarti mampu meraup omzet antara Rp 500.000 hingga Rp 1 juta per hari dari berjualan kain batik, bahkan mencapai Rp 3 juta saat musim liburan. Kini, ia terpaksa menganggur dan menghadapi tentangan dari anaknya untuk kembali bekerja.
Nasib serupa juga dialami oleh Tatik, seorang pedagang batik berusia 47 tahun. Ia beralih profesi menjadi penjual sayur dan bumbu dapur di teras rumahnya. Tatik mengaku kesulitan mencari pekerjaan lain karena usianya yang sudah tidak muda lagi. Meskipun demikian, ia tetap berjualan batik saat ada acara-acara besar.
Nurkhasanah, yang sebelumnya berjualan suvenir di zona II, kini bekerja sebagai buruh serabutan saat musim panen tiba. Ia mendapatkan upah antara Rp 25.000 hingga Rp 30.000 untuk setengah hari kerja, namun pekerjaan ini tidak menentu dan hanya bisa dilakukan sekitar tiga kali dalam sebulan.
Direktur PT Taman Wisata Borobudur, Mardijono Nugroho, menjelaskan bahwa pihaknya mengacu pada hasil verifikasi data dalam menyediakan lapak bagi SKMB. Hasil verifikasi yang dilakukan pada November 2024 mengelompokkan pedagang ke dalam tiga kategori:
- "Ok" (89 pedagang)
- "Tidak" (224 pedagang)
- "Dengan keterangan" (10 pedagang)
Mardijono mengusulkan agar satu lapak bisa ditempati oleh beberapa pedagang secara bergantian.
Royan Juliazka Chandrajaya dari Lembaga Bantuan Hukum Yogyakarta menyoroti kurangnya kejelasan dalam kategori hasil verifikasi tersebut. LBH Yogyakarta berkomitmen untuk melakukan advokasi bagi SKMB dalam upaya mendapatkan hak lapak di Kampung Seni Borobudur. Situasi ini menggambarkan tantangan besar yang dihadapi para pedagang kecil di kawasan wisata, dengan harapan agar hak mereka segera dipenuhi agar dapat kembali beraktivitas dan meningkatkan perekonomian lokal.