Peningkatan Signifikan ASI Eksklusif di Indonesia: AIMI Soroti Taktik Pemasaran Susu Formula yang Agresif di Ranah Digital

Peningkatan Angka ASI Eksklusif di Indonesia: Apresiasi dan Tantangan

Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI) memberikan apresiasi atas langkah maju yang telah dicapai pemerintah dalam melindungi hak-hak ibu menyusui di Indonesia. Apresiasi ini seiring dengan meningkatnya kesadaran dan praktik pemberian Air Susu Ibu (ASI) eksklusif. Namun, di balik kemajuan ini, AIMI juga menyoroti tantangan yang masih menghadang, terutama terkait dengan praktik pemasaran susu formula yang dinilai kurang etis, khususnya yang memanfaatkan platform media sosial dan menggandeng para influencer.

Mia Sutanto, salah satu pendiri AIMI, menekankan pentingnya memperkuat kebijakan yang mendukung pemberian ASI eksklusif dan menekan pengaruh negatif dari promosi susu formula yang sering kali tidak sesuai dengan rekomendasi kesehatan. Data menunjukkan adanya peningkatan signifikan dalam angka pemberian ASI eksklusif. Pada tahun 2007, hanya sekitar 32% bayi di bawah usia enam bulan yang menerima ASI eksklusif. Namun, berdasarkan Survei Kesehatan Indonesia (SKI), angka ini melonjak menjadi 68,6% pada tahun 2023. Bahkan, data Profil Kesehatan Ibu dan Anak 2024 yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa 74,73% bayi baru lahir mendapatkan ASI eksklusif selama enam bulan pertama kehidupannya. Meskipun demikian, AIMI mengingatkan bahwa capaian ini masih dipengaruhi oleh faktor sosial ekonomi dan tingkat pendidikan ibu, sehingga perlu adanya upaya pemerataan.

Regulasi dan Implementasi: Antara Harapan dan Tantangan

Selama 18 tahun terakhir, pemerintah telah mengambil langkah-langkah signifikan untuk melindungi hak ibu menyusui, termasuk melalui penerbitan regulasi. Beberapa kebijakan penting yang telah diterapkan antara lain:

  • Peraturan Pemerintah (PP) No. 33 Tahun 2012: Mewajibkan pemberian ASI eksklusif selama enam bulan pertama kehidupan bayi.
  • Peraturan Pemerintah (PP) No. 28 Tahun 2024: Memperketat aturan pemasaran susu formula dan produk pengganti ASI.
  • Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2024 tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak: Mempertegas hak ibu dan anak atas pemberian ASI, termasuk pengaturan tentang pendonor ASI dan kewajiban penyediaan ruang laktasi di tempat kerja dan fasilitas umum.

Namun, AIMI menyoroti bahwa meskipun regulasi telah banyak diterbitkan, pelanggaran kode etik pemasaran susu formula masih sering terjadi, terutama di kalangan influencer media sosial yang menargetkan segmen ibu dan anak. Sekretaris Jenderal AIMI Pusat, Lianita Prawindarti, menegaskan bahwa larangan promosi susu formula sebenarnya sudah lama berlaku, tetapi praktiknya masih banyak dilanggar. Ia juga mengingatkan bahwa aturan ini tidak hanya berlaku untuk promosi susu bayi, tetapi juga bagi ibu hamil yang secara tidak langsung mempromosikan produk tersebut.

Perlunya Pengawasan dan Dukungan yang Lebih Ketat

AIMI mendorong pemerintah untuk meningkatkan pengawasan terhadap promosi susu formula yang tidak etis, terutama melalui media sosial. Selain itu, AIMI juga menekankan pentingnya implementasi kebijakan yang mendukung ibu menyusui, seperti pemberian cuti melahirkan yang sesuai ketentuan dan penyediaan fasilitas menyusui yang layak di tempat kerja. Dengan pengawasan yang ketat dan dukungan yang komprehensif, diharapkan angka pemberian ASI eksklusif di Indonesia dapat terus meningkat dan memberikan manfaat optimal bagi kesehatan bayi dan ibu.