Paus Fransiskus Wafat: Kilas Balik Perjuangan Melawan Penyakit Paru-Paru dan Kondisi Kesehatan Lainnya

Kabar duka menyelimuti Vatikan dan seluruh umat Katolik di dunia. Paus Fransiskus, pemimpin tertinggi Gereja Katolik Roma, dikabarkan telah meninggal dunia pada usia 88 tahun. Kepergiannya meninggalkan duka mendalam, terlebih setelah sempat menjalani perawatan intensif akibat pneumonia bilateral.

Pengumuman wafatnya Paus Fransiskus mengejutkan banyak pihak, terutama karena belum lama ini ia masih tampil di hadapan publik. Beberapa minggu sebelumnya, Paus baru saja keluar dari rumah sakit di Roma setelah berjuang melawan pneumonia yang menyerang kedua paru-parunya. Tim medis sempat menyatakan bahwa kondisinya stabil dan ia telah dipulangkan ke kediamannya di Vatikan, Casa Santa Marta, untuk menjalani pemulihan.

Riwayat Kesehatan Paus Fransiskus

Sebelum menjadi Paus, Jorge Bergoglio, nama lahir Paus Fransiskus, telah memiliki riwayat masalah kesehatan yang cukup panjang, terutama terkait paru-paru dan saluran pernapasan. Pada usia 21 tahun, ia menderita radang selaput dada dan sebagian paru-parunya terpaksa diangkat di Argentina.

Pada Maret 2023, Paus kembali dilarikan ke rumah sakit karena mengalami kesulitan bernapas. Setelah menerima antibiotik untuk bronkitis, kondisinya berangsur membaik. Namun, pada April tahun yang sama, dokternya menyarankan agar ia tidak menghadiri kebaktian Jumat Agung di luar ruangan karena cuaca dingin di Roma.

Selain masalah pernapasan, Paus Fransiskus juga diketahui menderita linu panggul, kondisi saraf kronis yang menyebabkan nyeri punggung, pinggul, dan kaki. Penyakit ini sempat kambuh pada Desember 2020 dan membuatnya absen dari kebaktian Malam Tahun Baru dan Hari Tahun Baru. Pada tahun 2022, masalah berjalan memaksa Paus untuk membatalkan perjalanan ke Lebanon, Republik Demokratik Kongo, dan Sudan Selatan. Ia kemudian menjadwalkan ulang perjalanan ke Afrika dan mengunjungi kedua negara tersebut pada awal tahun ini. Dalam kegiatan sehari-hari, Paus menggunakan kursi roda atau tongkat untuk membantu mobilitasnya.

Di luar masalah fisik, Paus Fransiskus juga pernah mengungkapkan bahwa ia sempat menemui seorang psikiater di Argentina saat masih menjadi pendeta muda. Konsultasi ini membantunya mengatasi kecemasan selama masa kediktatoran militer. Ia mengaku telah belajar mengatasi masalah tersebut melalui berbagai mekanisme, termasuk mendengarkan musik Johann Sebastian Bach.

Wafatnya Paus Fransiskus menjadi kehilangan besar bagi umat Katolik di seluruh dunia. Ia akan dikenang sebagai pemimpin yang penuh kasih, rendah hati, dan selalu berpihak pada kaum lemah.