DAS Ciliwung Terancam: Konservasi Ekosistem Jadi Prioritas Mendesak

Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung menghadapi tantangan serius yang mengancam keberlanjutannya. Kerusakan lingkungan yang meluas, diperparah oleh deforestasi di wilayah hulu, urbanisasi yang tidak terkendali di sepanjang aliran sungai, dan pengawasan tata ruang yang lemah, telah mendorong DAS Ciliwung ke titik kritis. Kondisi ini menuntut tindakan konservasi yang komprehensif dan berkelanjutan.

Seorang pakar dari Universitas Gadjah Mada (UGM) menekankan bahwa tutupan hutan dan vegetasi alami di DAS Ciliwung saat ini hanya mencakup sekitar 9,7 persen dari total luas wilayah. Angka ini jauh di bawah ambang batas ideal sebesar 30 persen yang diperlukan untuk menjaga keseimbangan hidrologis yang sehat. Sementara itu, wilayah terbangun telah mendominasi sekitar 72 persen dari keseluruhan DAS, memperburuk kondisi lingkungan.

Konsekuensi dari minimnya area resapan air sangat terasa, terutama saat musim hujan tiba. Air hujan tidak lagi meresap ke dalam tanah, melainkan langsung melimpas ke permukaan dan mengalir deras ke Sungai Ciliwung. Akibatnya, sungai ini menjadi jalur utama limpasan air, menyumbang sekitar 32 persen dari total volume banjir yang melanda Jakarta.

Selain masalah kuantitas air, DAS Ciliwung juga menghadapi krisis kualitas air yang serius. Sungai ini menanggung beban pencemaran yang tinggi akibat limbah domestik dan sampah yang dibuang sembarangan. Data menunjukkan bahwa beban Biochemical Oxygen Demand (BOD) mencapai sekitar 54 ton per hari, jauh melebihi daya tampung sungai yang hanya sekitar 9,3 ton. Kondisi ini tidak hanya mengancam keseimbangan ekologis DAS Ciliwung, tetapi juga membahayakan kesehatan masyarakat yang bergantung pada sumber air ini.

Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengatasi masalah ini, termasuk normalisasi sungai, pembangunan bendungan kering, dan reforestasi. Namun, pendekatan ini seringkali bersifat parsial dan cenderung teknis, sehingga kurang efektif dalam menyelesaikan akar masalah. Solusi jangka panjang yang berkelanjutan harus didasarkan pada pendekatan ekosistem yang holistik.

Beberapa langkah penting yang perlu diambil antara lain:

  • Rehabilitasi hutan di wilayah hulu DAS Ciliwung.
  • Restorasi sempadan sungai untuk memulihkan fungsi ekologisnya.
  • Pengendalian tata ruang secara ketat untuk mencegah pembangunan yang merusak lingkungan.
  • Penegakan hukum yang tegas terhadap pelanggaran lingkungan.

Selain itu, pendekatan yang terlalu reaktif, seperti operasi modifikasi cuaca dengan menyemai garam ke awan, dianggap sebagai solusi jangka pendek yang bersifat kosmetik dan tidak menyelesaikan akar masalah. Dibutuhkan keterlibatan aktif dari seluruh pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, akademisi, masyarakat, dan sektor swasta, untuk mengelola DAS Ciliwung secara kolaboratif dan berkelanjutan. Tanpa pendekatan konservasi yang menyeluruh dan penegakan regulasi yang tegas, risiko banjir akan terus meningkat dan dampaknya terhadap masyarakat hilir akan semakin berat.