Paus Fransiskus Mangkat: Akhir Kepemimpinan di Tahta Suci
Pimpinan tertinggi Gereja Katolik Roma, Paus Fransiskus, dikabarkan telah meninggal dunia pada hari Senin, 21 April, di usia 88 tahun. Kabar duka ini disampaikan langsung oleh Vatikan melalui pernyataan resmi yang disiarkan melalui saluran televisinya.
"Saudara-saudari terkasih, dengan hati yang berat saya menyampaikan kabar wafatnya Bapa Suci Fransiskus," ujar Kardinal Kevin Farrell dalam pengumuman tersebut. "Uskup Roma, Fransiskus, telah kembali ke rumah Bapa pada pukul 7:35 pagi ini."
Wafatnya Paus Fransiskus menandai berakhirnya masa kepemimpinannya di Vatikan, di mana ia dikenal karena upayanya mereformasi lembaga tersebut. Beberapa waktu sebelumnya, Paus Fransiskus sempat menjalani perawatan intensif di rumah sakit akibat penyakit pneumonia ganda. Ia baru saja dinyatakan pulih beberapa minggu sebelum wafat.
Kemunculan Singkat di Hari Paskah
Sehari sebelum meninggal dunia, Paus Fransiskus sempat hadir di Lapangan Santo Petrus untuk merayakan Hari Paskah. Misa Paskah dipimpin oleh seorang kardinal senior, sementara Paus Fransiskus masih dalam tahap pemulihan.
Setelah Kardinal Angelo Comastri memimpin ibadah di hadapan puluhan ribu umat Katolik, Paus Fransiskus muncul di balkon Basilika Santo Petrus untuk memberikan berkat dan mengucapkan "Selamat Paskah". Kehadirannya disambut dengan sorak sorai dan tepuk tangan meriah dari para umat.
Berkat tradisional "Urbi et Orbi" disampaikan oleh seorang uskup agung Vatikan, sementara Paus Fransiskus duduk di kursi roda.
Dalam pesannya, Paus Fransiskus menyoroti meningkatnya antisemitisme di berbagai belahan dunia dan mengecam situasi di Gaza. Ia kembali menyerukan gencatan senjata dan menyampaikan keprihatinannya terhadap komunitas Kristen di Gaza yang terdampak konflik.
"Saya memikirkan rakyat Gaza, khususnya komunitas Kristen di sana, di mana konflik yang mengerikan ini terus menyebabkan kematian dan kehancuran serta menciptakan situasi kemanusiaan yang dramatis dan sangat menyedihkan," ungkap Paus Fransiskus.
Ia juga menekankan pentingnya kebebasan beragama dan penghormatan terhadap perbedaan pendapat sebagai fondasi perdamaian.
"Tidak ada perdamaian tanpa kebebasan beragama, kebebasan berpikir, kebebasan berekspresi, dan penghormatan terhadap pandangan orang lain," tegasnya.
Setelah memberikan berkat, Paus Fransiskus berkeliling Lapangan Santo Petrus dengan mobil kepausan.
Misa Paskah tersebut dihadiri oleh sekitar 300 kardinal, uskup, dan imam.
Kondisi Kesehatan Paus Fransiskus
Paus Fransiskus sempat dirawat di Rumah Sakit Gemelli di Roma selama lebih dari sebulan. Meskipun telah keluar dari rumah sakit, dokter menyatakan bahwa ia masih memerlukan waktu untuk pemulihan.
Suara Paus Fransiskus terdengar lemah, namun pernapasannya menunjukkan perbaikan. Ia sempat tampil di depan publik tanpa alat bantu oksigen.
Selama masa pemulihannya, Paus Fransiskus melewatkan sebagian besar perayaan Pekan Suci, termasuk Jalan Salib pada hari Jumat Agung dan Vigili Paskah pada hari Sabtu. Ia juga tidak dapat menjalankan ritual pencucian kaki pada hari Kamis.
Tahun Yubileum dan Peziarah
Tahun 2025 telah ditetapkan oleh Gereja Katolik sebagai Tahun Yubileum atau tahun kudus. Pada tahun ini, para peziarah dianjurkan untuk mengunjungi Roma dan empat basilika utama: Santo Petrus, Santo Yohanes Lateran, Santo Paulus di luar tembok, dan Santa Maria Maggiore.
Diperkirakan sekitar satu juta peziarah mengunjungi Roma pada akhir pekan Paskah tahun ini.
Wakil Presiden AS JD Vance, yang memeluk agama Katolik pada tahun 2019, juga menghadiri misa Paskah bersama keluarganya dan bertemu dengan Paus Fransiskus.
Vance juga mengadakan pertemuan dengan Sekretaris Negara Vatikan, Kardinal Pietro Parolin.
Pertemuan tersebut terjadi setelah perselisihan antara Paus Fransiskus dan pemerintahan AS terkait kebijakan deportasi migran.