Kapal Ikan Asing Malaysia Ditangkap di Perairan Kalimantan Utara Setelah Aksi Pengejaran
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) kembali menunjukkan komitmennya dalam menjaga kedaulatan laut Indonesia dengan menangkap sebuah kapal ikan asing (KIA) berbendera Malaysia. Penangkapan tersebut dilakukan di perairan sebelah timur Pulau Sebatik, Kalimantan Utara, pada hari Minggu, 20 April, sekitar pukul 12:30 WITA. Operasi ini merupakan respons cepat terhadap laporan masyarakat mengenai aktivitas mencurigakan kapal asing di wilayah perairan Indonesia.
Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP, Pung Nugroho Saksono, mengungkapkan bahwa penangkapan ini adalah hasil tindak lanjut dari laporan yang diterima dari masyarakat Sebatik. Tim dari Stasiun PSDKP Tarakan segera bergerak menuju lokasi setelah menerima informasi tersebut. "Tim Stasiun PSDKP Tarakan berhasil mengamankan satu kapal Malaysia yang telah memasuki wilayah perairan Indonesia sekitar 7 mil dari perbatasan Indonesia-Malaysia," jelas Ipung, sapaan akrabnya, pada Senin (21/4/2025).
Menurut Ipung, proses penangkapan tidak berjalan mulus. Armada speedboat pengawasan RIB-03 harus melakukan pengejaran sebelum akhirnya berhasil melumpuhkan kapal tersebut. Kapal yang diketahui berasal dari Sabah, Malaysia, itu kedapatan tidak memiliki dokumen perizinan yang sah dari Pemerintah Indonesia untuk melakukan kegiatan penangkapan ikan di wilayah perairan Indonesia. Saat diperiksa, petugas menemukan sekitar 60 kilogram ikan hasil tangkapan di dalam kapal. Selain itu, turut diamankan empat orang awak kapal (ABK) yang semuanya merupakan warga negara Malaysia, termasuk nakhoda kapal.
Kepala Stasiun PSDKP Tarakan, Yoki Jiliansyah, menambahkan bahwa kapal dengan nama KM. TW 7329/6/F tersebut diduga melakukan penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap yang menargetkan ikan kerapu dan kakap merah. Ikan kerapu dan kakap merah merupakan komoditas perikanan yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan sangat diminati di pasaran.
"Indikasi pelanggarannya adalah melakukan penangkapan ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) tanpa dilengkapi dokumen perizinan berusaha yang sah dari Pemerintah Republik Indonesia," tegas Yoki.
Atas perbuatannya tersebut, pelaku diduga melanggar Pasal 92 Jo Pasal 26 ayat (1) Sektor Kelautan dan Perikanan Undang- Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang Jo Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan.
Pasal tersebut mengatur bahwa setiap orang yang dengan sengaja melakukan usaha perikanan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia tanpa memiliki perizinan berusaha yang sah, dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan pidana denda paling banyak Rp1.500.000.00O,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).