Polemik Jembatan Perumahan Tambun Utara: Pengembang Serahkan Tanggung Jawab ke Pemerintah Provinsi Jawa Barat

Normalisasi saluran air di Jalan Kong Isah, Tambun Utara, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, berbuntut panjang. Pengembang Perumahan Bintang Sriamur Residence menolak bertanggung jawab atas pembangunan kembali jembatan yang terdampak proyek tersebut. Andri Jana, perwakilan pengembang, justru melimpahkan tanggung jawab tersebut kepada Pemerintah Provinsi Jawa Barat, khususnya kepada mantan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi.

"Iya Pak Gubernur yang (harusnya) bertanggung jawab. Dia yang menyuruh, merusak, dan harusnya memperbaiki," ujar Andri Jana di Kantor Desa Sriamur. Pernyataan ini muncul sebagai respons atas rencana pembongkaran jembatan yang menjadi akses utama bagi warga perumahan dan dikhawatirkan akan mengisolasi mereka. Jembatan tersebut dianggap tidak sesuai spesifikasi karena lebar gorong-gorongnya jauh lebih kecil dibandingkan lebar saluran air yang mencapai 15 meter.

Menurut Andri, normalisasi saluran air merupakan program yang dicetuskan oleh Dedi Mulyadi. Oleh karena itu, Pemerintah Provinsi Jawa Barat dianggap pihak yang paling bertanggung jawab untuk memastikan bahwa program tersebut tidak merugikan masyarakat, khususnya dalam hal aksesibilitas. "Itu program baik, tapi jangan sampai merugikan hak-hak masyarakat umum. Kenapa? Itu akses masyarakat," tegasnya.

Di sisi lain, Kepala Bidang Perencanaan Teknik Dinas Sumber Daya Air (SDA) Jawa Barat, Aan Heryadi, memiliki pandangan berbeda. Menurutnya, pembangunan jembatan baru seharusnya menjadi tanggung jawab pengembang. "Untuk pembangunan jembatan baru diserahkan kepada developer, karena developer kan pengakuannya dulu juga membangun jembatan tersebut," jelas Aan di Kantor Desa Sriamur.

Aan mengungkapkan bahwa ada total 10 jembatan di Jalan Kong Isah yang akan dibongkar sebagai bagian dari proyek normalisasi. Namun, jembatan Perumahan Bintang Sriamur Residence menjadi satu-satunya yang masih diperdebatkan karena perannya yang vital sebagai akses utama warga. "Kalau dibongkar sekarang kelihatannya masyarakat sudah tidak bisa akan melaksanakan kegiatan sehari-hari, ke sekolah, ke kantor dan sebagainya," kata Aan.

Dinas SDA Jawa Barat berjanji akan melaporkan permasalahan ini kepada pimpinan mereka dan juga kepada Dedi Mulyadi, mencari solusi terbaik agar normalisasi dapat berjalan tanpa mengorbankan kepentingan masyarakat. Aan menambahkan, "Ini jadi pertimbangan utama kami, nanti bagaimana solusinya dari Pak Gubernur, apakah nanti ada kebijakan dari beliau atau memang tetap harus dibongkar."

Sebelumnya, 38 keluarga penghuni Perumahan Bintang Sriamur Residence terancam terisolasi akibat rencana pembongkaran jembatan tersebut. Ketua RT 08/RW 03 Sriamur, Dedi Beben, mengungkapkan bahwa pihak pengembang telah lepas tangan dengan alasan seluruh unit rumah telah terjual. Warga merasa dilema dan meminta Dinas SDA Jawa Barat untuk melakukan pembongkaran jembatan secara bertahap agar mobilitas mereka tidak terganggu.

Berikut adalah poin-poin yang menjadi perhatian warga:

  • Pembongkaran Bertahap: Warga meminta agar pembongkaran jembatan dilakukan secara bertahap agar mereka tetap memiliki akses ke perumahan terdekat.
  • Penundaan Waktu: Warga berharap Pemerintah Provinsi Jawa Barat mempertimbangkan kembali waktu pembongkaran jembatan, mengingat mereka masih kesulitan mengumpulkan dana untuk pembangunan jembatan baru.
  • Ancaman Demonstrasi: Warga mengancam akan menggelar aksi unjuk rasa jika jembatan tetap dibongkar dalam waktu dekat. Mereka menekankan bahwa mereka mendukung program normalisasi, namun meminta kebijakan untuk menunda pembongkaran.

Situasi ini menunjukkan adanya perbedaan pandangan antara pengembang, pemerintah, dan warga terkait tanggung jawab dan solusi atas dampak normalisasi saluran air di Jalan Kong Isah. Keputusan akhir mengenai nasib jembatan Perumahan Bintang Sriamur Residence dan aksesibilitas warga masih menunggu koordinasi dan kebijakan lebih lanjut dari pihak terkait.