DPRD Kota Bekasi Tolak Pembangunan Tanggul, Usul Normalisasi Sungai dan Tandon Air sebagai Solusi Banjir

DPRD Kota Bekasi Tolak Pembangunan Tanggul, Usul Normalisasi Sungai dan Tandon Air sebagai Solusi Banjir

Banjir yang baru-baru ini melanda Kota Bekasi dan melumpuhkan tujuh dari dua belas kecamatan, telah mendorong Ketua DPRD Kota Bekasi, Sardi Effendi, untuk menyuarakan penolakan terhadap pembangunan tanggul sebagai solusi utama penanganan banjir. Dalam wawancara eksklusif pada Jumat (7 Maret 2025), Sardi tegas menyatakan bahwa pembangunan tanggul yang tinggi justru dinilai tidak efektif dalam mengatasi masalah banjir yang kompleks ini.

"Pembangunan tanggul secara masif bukanlah solusi jangka panjang," ujar Sardi. "Alih-alih mengatasi masalah, pembangunan tanggul yang tidak terencana justru dapat memperparah situasi dan menimbulkan masalah baru." Sardi menekankan pentingnya pendekatan yang lebih komprehensif dan berkelanjutan dalam penanganan banjir di Kota Bekasi.

Sebagai alternatif, Sardi mengusulkan beberapa strategi yang diyakini lebih efektif. Pertama, pembangunan tandon air di sepanjang aliran Sungai Cikeas dan Sungai Cileungsi menjadi prioritas. Tandon air ini diharapkan mampu menampung debit air saat kedua sungai tersebut meluap, sehingga mencegah meluapnya air ke permukiman warga dan pusat perbelanjaan. "Sistem tandon air ini akan menjadi penyangga yang efektif dalam mengelola debit air saat musim hujan," jelasnya.

Kedua, normalisasi Daerah Aliran Sungai (DAS) menjadi kunci. Proses ini meliputi pembersihan sungai dari sampah dan sedimentasi, pelebaran sungai di titik-titik kritis, dan perbaikan infrastruktur pendukung. Normalisasi DAS akan meningkatkan kapasitas sungai untuk menampung debit air yang lebih besar dan mengurangi risiko banjir. Ketiga, perbaikan infrastruktur yang rusak akibat banjir juga menjadi hal krusial, terutama perbaikan jembatan yang putus di beberapa titik, yang dinilai menghambat aliran air dan memperparah dampak banjir.

Selain itu, Sardi juga menyoroti pentingnya penataan ruang wilayah, khususnya yang berkaitan dengan aliran air dari wilayah Bogor menuju Kota Bekasi. Koordinasi yang erat antara pemerintah Kota Bekasi dengan pemerintah Kabupaten Bogor sangat diperlukan untuk memastikan pengelolaan aliran sungai secara terintegrasi. Ia juga menekankan perlunya dukungan anggaran dari pemerintah pusat melalui APBN, serta kerja sama yang terpadu antara Kementerian PUPR, Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (BBWSCC), dan Perum Jasa Tirta (PJT) dalam penanganannya.

Tujuh kecamatan yang terdampak banjir meliputi Jatiasih, Bekasi Selatan, Bekasi Timur, Bekasi Utara, Bantar Gebang, Pondok Gede, dan Rawa Lumbu. Lima kecamatan lainnya, yaitu Jati Sampurna, Bekasi Barat, Medan Satria, Mustika Jaya, dan Pondok Melati, dilaporkan tidak terdampak banjir. Kejadian ini kembali menyoroti urgensi perlunya solusi penanganan banjir yang komprehensif dan berkelanjutan di Kota Bekasi.

Solusi yang diusulkan oleh Sardi ini diharapkan mampu memberikan solusi yang lebih efektif dan berkelanjutan dibandingkan dengan pembangunan tanggul yang dinilai kurang efektif dan berpotensi menimbulkan permasalahan baru. Kerjasama dan koordinasi antar instansi pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya menjadi kunci keberhasilan dalam mengatasi masalah banjir di Kota Bekasi.