Kejaksaan Agung Perluas Jerat Kasus Suap di PN Jakarta Pusat, Tiga Tersangka Baru Ditetapkan

Kejaksaan Agung (Kejagung) terus mengembangkan penyelidikan terkait dugaan praktik suap dalam penanganan perkara di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat. Pada hari Selasa, 22 April 2025, Kejagung mengumumkan penetapan tiga tersangka baru dalam kasus ini.

Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Abdul Qohar, menjelaskan bahwa penetapan tersangka ini merupakan tindak lanjut dari surat perintah penyidikan yang dikeluarkan pada 11 April 2025. Berdasarkan hasil pemeriksaan saksi dan alat bukti yang telah dikumpulkan, penyidik menemukan bukti yang cukup untuk menetapkan tiga orang sebagai tersangka.

Ketiga tersangka tersebut adalah:

  • MS, seorang advokat.
  • JS, seorang dosen dan juga berprofesi sebagai advokat.
  • TB, Direktur Pemberitaan di JAK TV.

Penetapan tiga tersangka baru ini menambah daftar panjang pihak yang terjerat dalam skandal suap yang melibatkan sejumlah hakim dan panitera di PN Jakarta Pusat. Sebelumnya, Kejagung telah menetapkan delapan tersangka terkait kasus suap yang diduga mempengaruhi putusan lepas dalam perkara dugaan korupsi minyak goreng (migor).

Delapan tersangka sebelumnya adalah:

  • Muhammad Arif Nuryanto (MAN), Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (sebelumnya menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat).
  • Djuyamto (DJU), Ketua Majelis Hakim.
  • Agam Syarif Baharudin (ASB), Anggota Majelis Hakim.
  • Ali Muhtarom (AM), Anggota Majelis Hakim.
  • Wahyu Gunawan (WG), Panitera.
  • Marcella Santoso (MS), Pengacara.
  • Ariyanto Bakri (AR), Pengacara.
  • Muhammad Syafei (MSY), perwakilan dari Wilmar Group.

Kasus ini bermula dari penanganan perkara dugaan korupsi minyak goreng yang melibatkan tiga korporasi besar, yaitu PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group. Marcella Santoso dan Ariyanto Bakri bertindak sebagai kuasa hukum dari ketiga korporasi tersebut. Majelis hakim yang terdiri dari Djuyamto, Agam Syarif Baharudin, dan Ali Muhtarom secara mengejutkan menjatuhkan putusan ontslag atau lepas kepada ketiga korporasi tersebut, yang berarti bahwa perbuatan yang dilakukan bukanlah tindak pidana.

Penyelidikan lebih lanjut oleh Kejaksaan Agung mengungkap adanya dugaan suap di balik putusan kontroversial tersebut. Diduga, Muhammad Arif Nuryanto, yang saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat dan memiliki kewenangan untuk menunjuk hakim yang mengadili perkara, terlibat dalam kongkalikong dengan pihak pengacara. Aliran dana suap sebesar Rp 60 miliar diduga mengalir ke Arif Nuryanto, yang kemudian sebagian dialirkan kepada ketiga hakim anggota majelis. Panitera Wahyu Gunawan diduga berperan sebagai perantara dalam transaksi suap tersebut.