Kejagung Tetapkan Tiga Tersangka dalam Kasus Perintangan Penyidikan: Advokat, Akademisi, dan Eksekutif Media Diduga Terlibat

Kejaksaan Agung (Kejagung) mengumumkan penetapan tiga tersangka dalam kasus dugaan perintangan proses hukum. Pengumuman ini disampaikan oleh Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus), Abdul Qohar, dalam konferensi pers yang digelar di kantor Kejagung pada Selasa (22/4/2025) dini hari. Ketiga tersangka berasal dari latar belakang profesi yang berbeda, yaitu advokat, dosen, dan direktur pemberitaan sebuah stasiun televisi.

"Berdasarkan hasil pemeriksaan mendalam dan dikaitkan dengan alat bukti yang telah dikumpulkan oleh penyidik, tim penyidik pada Jaksa Agung Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung Republik Indonesia meyakini telah memperoleh bukti yang cukup untuk menetapkan tiga orang sebagai tersangka dalam kasus ini," ujar Abdul Qohar.

Ketiga tersangka tersebut diidentifikasi sebagai berikut:

  • MS (Marcella Santoso): Seorang advokat, ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor 21 tanggal 21 April 2025.
  • JS (Junaedi Saibih): Berprofesi sebagai dosen dan juga seorang advokat. Penetapan tersangka dilakukan berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor 29 tanggal 21 April 2025.
  • TB (Tian Bahtiar): Menjabat sebagai Direktur Pemberitaan di Jak TV. Ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor 30 tanggal 21 April 2025.

Abdul Qohar menjelaskan bahwa ketiga tersangka diduga terlibat dalam permufakatan jahat untuk merintangi atau menggagalkan penanganan perkara tindak pidana korupsi yang sedang ditangani oleh Kejagung. Lebih lanjut, ia mengungkapkan bahwa ada dua kasus korupsi spesifik yang diduga menjadi objek perintangan oleh para tersangka.

Kedua kasus tersebut adalah:

  • Kasus dugaan korupsi dalam tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Pertamina Tbk.
  • Kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam importasi gula dengan tersangka Tom Lembong.

Modus operandi yang diduga dilakukan oleh para tersangka dalam merintangi proses hukum, menurut Abdul Qohar, adalah dengan menciptakan narasi yang berpotensi memberikan dampak negatif terhadap citra Kejagung. Narasi ini disebarkan melalui berbagai media, termasuk pemberitaan di media massa, aksi demonstrasi, penyelenggaraan gelar wicara (talk show), dan diskusi di lingkungan kampus. Tindakan-tindakan ini dinilai dapat menghambat proses penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di pengadilan.

Atas perbuatan mereka, ketiga tersangka dijerat dengan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Pasal ini mengatur tentang tindak pidana dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, atau pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka atau terdakwa maupun para saksi dalam perkara korupsi.