Kejaksaan Agung Jerat Tiga Individu dalam Pusaran Kasus Korupsi Timah, Gula, dan CPO
Kejaksaan Agung (Kejagung) kembali melakukan pengembangan dalam serangkaian kasus dugaan korupsi yang melibatkan berbagai sektor, termasuk pertambangan timah, impor gula, dan ekspor crude palm oil (CPO). Kali ini, tiga individu ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan tindak pidana perintangan penyidikan, penuntutan, dan proses peradilan.
"Tim penyidik pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) telah mengumpulkan bukti yang cukup untuk menetapkan tiga orang sebagai tersangka," ungkap Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, dalam konferensi pers di Gedung Kejagung, Jakarta, pada Senin (21/4/2025).
Ketiga tersangka yang dimaksud adalah Marcella Santoso (MS) dan Junaedi Saibih (JS), keduanya berprofesi sebagai advokat, serta Tian Bahtiar (TB) yang menjabat sebagai Direktur Pemberitaan di Jak TV.
Ketiganya dijerat dengan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Penetapan tersangka ini merupakan tindak lanjut dari penyidikan yang tengah berjalan terkait dugaan suap dalam penanganan perkara ekspor CPO yang melibatkan tiga korporasi besar, yaitu PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group. Kasus ini sebelumnya telah bergulir di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat.
Sebelumnya, Kejagung telah menetapkan delapan orang tersangka dalam kasus dugaan suap terkait penanganan perkara di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat terkait kasus vonis lepas ekspor CPO terhadap tiga perusahaan yang sama.
Adapun kedelapan tersangka tersebut adalah:
- Muhammad Arif Nuryanta, yang saat itu menjabat sebagai Ketua PN Jakarta Selatan (Jaksel).
- Wahyu Gunawan (WG), yang bertugas sebagai Panitera Muda Perdata Jakarta Utara.
- Marcella Santoso dan Ariyanto Bakri, yang merupakan kuasa hukum dari pihak korporasi.
- Djuyamto (Ketua Majelis Hakim).
- Agam Syarif Baharuddin (Anggota Majelis Hakim).
- Ali Muhtarom (Anggota Majelis Hakim).
- Muhammad Syafei (Social Security Legal Wilmar Group).
Terungkap bahwa Muhammad Syafei, yang menjabat sebagai Social Security Legal di Wilmar Group, diduga kuat berperan sebagai pihak yang menyiapkan dana suap senilai Rp 60 miliar. Dana tersebut diduga diperuntukkan bagi hakim Pengadilan Tipikor Jakarta, yang disalurkan melalui pengacaranya, dengan tujuan memengaruhi penanganan perkara yang tengah berjalan.
Kejaksaan menduga bahwa Muhammad Arif Nuryanta, yang saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat, menerima suap sebesar Rp 60 miliar. Sementara itu, ketiga hakim yang bertugas sebagai majelis hakim dalam perkara tersebut, yaitu Djuyamto, Agam Syarif Baharuddin, dan Ali Muhtarom, diduga menerima uang suap senilai total Rp 22,5 miliar. Suap ini diduga diberikan dengan tujuan agar majelis hakim yang menangani kasus ekspor CPO menjatuhkan vonis lepas (ontslag van alle recht vervolging).
Vonis lepas sendiri merupakan putusan hakim yang menyatakan bahwa terdakwa terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan, namun perbuatan tersebut tidak termasuk dalam kategori tindak pidana.