Direktur Pemberitaan JAK TV Diduga Terlibat Upaya Sistematis Hambat Penyelidikan Kasus Korupsi Kejaksaan Agung

Kejaksaan Agung (Kejagung) menyoroti dugaan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh Direktur Pemberitaan JAK TV, Tian Bahtiar. Menurut Kejagung, Tian Bahtiar diduga kuat telah memanfaatkan posisinya untuk menghalangi proses hukum sejumlah kasus korupsi yang sedang ditangani.

Abdul Qohar, Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejagung, mengungkapkan bahwa ada indikasi kuat Tian Bahtiar menyalahgunakan jabatannya sebagai Direktur Pemberitaan. Dugaan ini mencuat seiring dengan temuan terkait pembuatan dan penyebaran konten-konten negatif yang bertujuan untuk mendiskreditkan Kejaksaan Agung.

Lebih lanjut, terungkap bahwa tidak ada perjanjian kerjasama resmi antara JAK TV dan sejumlah pengacara terkait produksi konten-konten tersebut. Dana sebesar Rp 478.500.000 yang diduga digunakan untuk membiayai kegiatan ini berasal dari tersangka MS dan JS yang kemudian disalurkan kepada Tian Bahtiar.

Konten-konten negatif ini kemudian disebarluaskan melalui berbagai platform media, termasuk media sosial dan media online yang berafiliasi dengan JAK TV. Salah satu contohnya adalah narasi yang keliru mengenai kerugian keuangan negara dalam beberapa perkara yang sedang ditangani oleh Kejaksaan Agung.

Saat ini, tiga orang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini, yaitu Marcella Santoso (MS) dan Junaedi Saibih (JS), yang berprofesi sebagai advokat, serta Tian Bahtiar (TB) selaku Direktur Pemberitaan JAK TV. Ketiganya diduga terlibat dalam upaya perintangan penyidikan, penuntutan, hingga proses pengadilan terkait tiga kasus besar:

  • Kasus dugaan korupsi PT Timah
  • Kasus dugaan impor gula
  • Kasus dugaan suap penanganan perkara ekspor crude palm oil (CPO)

Penetapan tersangka ini merupakan hasil pengembangan dari penyidikan kasus dugaan suap penanganan perkara ekspor CPO yang melibatkan tiga korporasi besar, yaitu PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group. Kasus ini sebelumnya telah bergulir di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat.

Sebelumnya, Kejaksaan Agung juga telah menetapkan delapan orang tersangka dalam kasus dugaan suap penanganan perkara di PN Jakarta Pusat terkait vonis lepas ekspor CPO terhadap tiga perusahaan yang sama. Dalam perkembangan kasus ini, Social Security Legal Wilmar Group, Muhammad Syafei, juga ditetapkan sebagai tersangka karena diduga berperan dalam menyiapkan dana suap sebesar Rp 60 miliar untuk hakim Pengadilan Tipikor Jakarta melalui pengacaranya.

Kejaksaan menduga bahwa Muhammad Arif Nuryanta, yang saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat, menerima suap sebesar Rp 60 miliar. Sementara itu, tiga hakim yang bertugas memeriksa dan mengadili perkara ekspor CPO, yaitu Djuyamto (ketua majelis), Agam Syarif Baharuddin, dan Ali Muhtarom (anggota), diduga menerima uang suap sebesar Rp 22,5 miliar. Suap ini diberikan dengan tujuan agar majelis hakim memberikan vonis lepas atau ontslag van alle recht vervolging dalam kasus ekspor CPO tersebut.

Vonis lepas sendiri merupakan putusan hakim yang menyatakan bahwa terdakwa terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan, namun perbuatan tersebut tidak termasuk dalam kategori tindak pidana.