Pesta Narkoba Napi di Rutan Pekanbaru Ungkap Bobroknya Sistem Pemasyarakatan
Skandal pesta narkoba yang melibatkan belasan narapidana di Rumah Tahanan (Rutan) Pekanbaru, Riau, telah membuka tabir gelap terkait integritas petugas dan lemahnya pengawasan di lembaga pemasyarakatan. Insiden yang memperlihatkan para napi menikmati alunan musik DJ, diduga mengkonsumsi narkoba, dan menggunakan perangkat elektronik secara bebas, memicu sorotan tajam terhadap sistem pemasyarakatan di Indonesia.
Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Lancang Kuning (Unilak) Pekanbaru, M Rawa El Amady, menyatakan bahwa peristiwa ini bukanlah insiden terisolasi, melainkan manifestasi dari permasalahan sistemik yang telah lama berakar dalam rutan-rutan di seluruh Indonesia. Menurutnya, akar masalah terletak pada integritas petugas rutan yang dinilai rendah, mengindikasikan adanya praktik korupsi yang terstruktur.
"Persoalan mendasar ada pada integritas petugas rutan itu sendiri. Ini mengindikasikan adanya praktik korupsi yang telah lama terjadi secara sistematis," ujar Rawa, menekankan perlunya tindakan tegas dan komprehensif dari pemerintah, khususnya Presiden RI dan Kementerian Hukum dan HAM, untuk mereformasi lembaga pemasyarakatan secara menyeluruh. Ia mengkritik tindakan reaktif seperti pemindahan narapidana, yang dianggap tidak menyentuh akar permasalahan yang sebenarnya.
Video yang viral di media sosial, yang menampilkan narapidana Rutan Pekanbaru berjoget ria, mengisap rokok elektrik, bermain ponsel, dan menggunakan alat isap sabu, diduga direkam oleh salah satu napi dan diunggah ke status WhatsApp. Hal ini semakin memperburuk citra lembaga pemasyarakatan.
Menyusul viralnya video tersebut, petugas Rutan bersama aparat kepolisian dan TNI melakukan penggeledahan intensif di blok-blok tahanan. Hasilnya, ditemukan sejumlah besar barang terlarang, termasuk:
- 64 unit handphone
- 7 modem internet
- Pemetik api
- Batu domino
Sebagai respons atas kejadian ini, Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) Riau mengambil tindakan dengan mencopot Kepala Rutan Pekanbaru, Bastian Manalu, dan Kepala Pengamanan Rutan, Arie Jelfri. Sebanyak 14 narapidana juga dipindahkan ke Lapas Pekanbaru untuk memfasilitasi proses pemeriksaan.
Namun, Rawa berpendapat bahwa sanksi administratif saja tidak cukup untuk menyelesaikan masalah. Ia menekankan perlunya reformasi menyeluruh terhadap sistem dan budaya kerja di dalam lembaga pemasyarakatan. Menurutnya, perubahan mendasar diperlukan untuk memastikan integritas petugas dan efektivitas pengawasan, sehingga kejadian serupa tidak terulang kembali di masa depan.
Reformasi yang mendalam harus mencakup peningkatan pengawasan, penegakan hukum yang tegas terhadap pelanggaran, serta peningkatan kesejahteraan dan profesionalisme petugas rutan. Dengan demikian, lembaga pemasyarakatan dapat berfungsi sebagaimana mestinya, yaitu sebagai tempat pembinaan dan rehabilitasi narapidana, bukan sebagai sarang kejahatan dan korupsi.