Penertiban TikToker di Bundaran HI: Satpol PP Tegakkan Perda Ketertiban Umum

Satpol PP Tertibkan Aktivitas Live Streaming di Bundaran HI

Petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) DKI Jakarta menindak sejumlah individu yang melakukan siaran langsung (live streaming) di kawasan Bundaran Hotel Indonesia (HI), Jakarta Pusat. Penertiban ini dilakukan berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) terkait ketertiban umum. Aksi penertiban ini pun sempat terekam dan menjadi perbincangan hangat di media sosial.

Mobil patroli Satpol PP terlihat berada di lokasi, dan petugas menghampiri para TikToker yang sedang melakukan siaran langsung. Petugas dengan sopan meminta mereka untuk tidak melanjutkan aktivitasnya di area tersebut. Sempat terjadi diskusi singkat antara petugas dan para TikToker sebelum akhirnya mereka bersedia menghentikan siaran langsungnya.

Kepala Satpol PP DKI Jakarta, Satriadi Gunawan, menjelaskan bahwa kegiatan live streaming dan aktivitas serupa di Bundaran HI melanggar Perda Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum. Ia menekankan bahwa penertiban dilakukan secara persuasif dan humanis, tanpa tindakan arogan atau kekerasan.

"Penertiban dilakukan dengan pendekatan persuasif. Kami tidak ingin ada kesan arogan atau represif," ujar Satriadi.

Lebih lanjut, Satriadi menjelaskan bahwa kawasan Bundaran HI merupakan area dengan lalu lintas padat dan termasuk dalam kategori jalan kelas 1. Aktivitas yang mengganggu ketertiban, seperti live streaming, berpotensi meningkatkan risiko kecelakaan lalu lintas. Selain itu, ia juga menyoroti permasalahan lain yang timbul akibat keramaian di Bundaran HI, seperti pedagang kaki lima (PKL) ilegal dan penumpukan sampah.

"Bundaran HI memang menjadi tempat favorit warga untuk berkumpul, namun seringkali menimbulkan masalah baru, seperti kebersihan. Banyak pedagang kopi keliling yang berjualan serta menumpuknya sampah makanan dan puntung rokok," jelasnya.

Satriadi juga mengingatkan bahwa trotoar seharusnya diperuntukkan bagi pejalan kaki. Aktivitas yang menghalangi atau membahayakan pejalan kaki dapat dikenakan sanksi sesuai dengan Perda Ketertiban Umum.

Pelanggaran Perda dan Sanksi

Bundaran HI, sebagai ruang publik yang ikonik, seharusnya bebas dari aktivitas yang melanggar ketertiban umum, seperti mengamen, berdagang kaki lima, dan membuat konten yang mengganggu. Satriadi merujuk pada Pasal 3 huruf i Perda 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum, yang melarang penggunaan bahu jalan atau trotoar tidak sesuai dengan fungsinya. Selain itu, Pasal 12 huruf d dalam Perda yang sama melarang penyalahgunaan atau pengalihan fungsi jalur hijau, taman, dan tempat-tempat umum.

Sanksi bagi pelanggar Perda Ketertiban Umum bervariasi, mulai dari kurungan penjara hingga denda puluhan juta rupiah. Untuk pelanggaran Pasal 3 huruf i, ancaman hukumannya adalah kurungan paling singkat 10 hari dan paling lama 60 hari, atau denda paling sedikit Rp 100 ribu dan paling banyak Rp 20 juta. Sementara itu, pelanggaran Pasal 12 huruf d dapat dikenakan ancaman kurungan paling singkat 30 hari dan paling lama 180 hari, atau denda paling sedikit Rp 5 juta dan paling banyak Rp 50 juta.

Dengan adanya penertiban ini, diharapkan masyarakat dapat lebih memahami dan mematuhi peraturan yang berlaku demi menjaga ketertiban dan kenyamanan bersama di ruang publik.