Seabad Mengabdi: Transformasi Kereta Rel Listrik, dari 'Bon-Bon' Belanda hingga Armada Jepang

Satu Abad KRL: Menelusuri Jejak Sejarah dan Perkembangannya

Kereta Rel Listrik (KRL) di Indonesia telah mencapai usia satu abad, menandai perjalanan panjang dalam melayani mobilitas masyarakat. Direktur Utama Kereta Commuter Indonesia (KCI), Asdo Artrivianto, mengungkapkan bahwa tonggak sejarah ini dimulai pada 6 April 1925, menjadikannya momen penting untuk merefleksikan evolusi transportasi massal di tanah air.

"Kita memperingati 100 tahun atau satu abad KRL atau kereta rel listrik pertama kali beroperasi di Indonesia. Tepatnya kapan? Tepatnya yaitu tanggal 6 April 1925," ujar Asdo dalam konferensi pers di Stasiun Jakarta Kota, Jakarta Barat, Selasa (22/4/2025).

Kala itu, KRL pertama kali hadir di Indonesia melalui impor dari Belanda. Kereta ini kemudian dikenal dengan julukan "kereta Bon-Bon" karena desainnya yang menyerupai permen cokelat bon-bon. Pada masa penjajahan Belanda, inisiatif ini menjadi langkah awal dalam modernisasi transportasi perkotaan.

Rute perdana KRL menghubungkan Tanjung Priok dan Jatinegara. Pemilihan rute ini didasari oleh kemudahan akses, dukungan terhadap aktivitas bisnis di sekitarnya, serta integrasi dengan kawasan pelabuhan yang strategis. Keputusan ini mencerminkan visi untuk menciptakan sistem transportasi yang efisien dan terintegrasi.

Pasokan listrik untuk operasional KRL pada awalnya bersumber dari Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Ubrug di Sukabumi, Jawa Barat. PLTA Ubrug, yang dibangun oleh Belanda pada tahun 1923 dan mulai beroperasi pada tahun 1924, memainkan peran vital dalam mendukung pengoperasian KRL.

"PLTA yang ada di Ubrug, di Sukabumi, ini adalah PLTA yang bersejarah yang mensuplai jaringan atau listrik yang ada di Jakarta, terutama mendukung pengoperasian pertama kali KRL lintas Jatinegara ke Tanjung Priok," jelasnya.

Seiring berjalannya waktu, teknologi perkeretaapian terus berkembang. Indonesia menjalin kerjasama dengan Jepang, yang kemudian menjadi pemasok utama KRL yang beroperasi di wilayah Jabodetabek. Kereta-kereta buatan Jepang ini menjadi tulang punggung layanan KRL, memenuhi kebutuhan transportasi masyarakat urban.

Kini, setelah satu abad berlalu, KRL terus menjadi andalan transportasi bagi jutaan orang. Setiap hari, lebih dari seribu perjalanan KRL beroperasi, menghubungkan berbagai wilayah dan memfasilitasi mobilitas penduduk.

Peran Strategis KRL dalam Mobilitas Urban

Sejak awal kehadirannya, KRL telah menjadi bagian integral dari kehidupan masyarakat perkotaan. Dengan jaringan yang terus berkembang dan peningkatan frekuensi perjalanan, KRL memberikan alternatif transportasi yang efisien, terjangkau, dan ramah lingkungan. Kehadirannya tidak hanya mempermudah mobilitas, tetapi juga berkontribusi pada pengurangan kemacetan dan polusi udara di wilayah metropolitan.

Modernisasi dan Pengembangan di Masa Depan

Masa depan KRL di Indonesia menjanjikan inovasi dan peningkatan layanan. Pemerintah dan KCI terus berupaya untuk memodernisasi armada KRL, meningkatkan infrastruktur, dan memperluas jaringan. Tujuannya adalah untuk menciptakan sistem transportasi yang lebih handal, nyaman, dan terintegrasi, sehingga dapat memenuhi kebutuhan mobilitas masyarakat yang semakin meningkat.

Pengembangan teknologi juga menjadi fokus utama. Penerapan sistem persinyalan modern, peningkatan kapasitas jalur, dan integrasi dengan moda transportasi lain diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas KRL. Selain itu, pengembangan sumber daya manusia juga menjadi perhatian, dengan pelatihan dan pendidikan bagi para profesional di bidang perkeretaapian.

Dengan sejarah panjang dan komitmen untuk terus berinovasi, KRL siap menghadapi tantangan masa depan dan terus menjadi tulang punggung transportasi massal di Indonesia.