Pengacara Junaedi Saibih Terjerat Kasus Dugaan Obstruksi Penegakan Hukum dalam Skandal Timah dan Impor Gula

Kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah dan impor gula terus bergulir, menyeret nama baru dalam daftar tersangka. Kali ini, giliran pengacara Junaedi Saibih (JS) yang ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan tindak pidana menghalangi atau merintangi penyidikan (obstruction of justice). Penetapan tersangka ini menambah daftar panjang pihak-pihak yang diduga terlibat dalam upaya menghambat penegakan hukum dalam kasus yang merugikan negara miliaran rupiah ini.

Junaedi Saibih, seorang pengacara yang dikenal pernah menangani sejumlah kasus besar, kini harus berhadapan dengan hukum. Selain berprofesi sebagai pengacara, Junaedi juga diketahui sebagai seorang akademisi. Ia tercatat sebagai staf pengajar di Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) sejak tahun 2002. Pria yang meraih gelar doktor ilmu hukum dari Universitas Andalas pada tahun 2023 ini, memiliki latar belakang pendidikan yang mumpuni di bidang hukum, termasuk studi di Universitas Canberra, Australia.

Nama Junaedi Saibih sempat mencuat dalam beberapa kasus besar. Ia pernah menjadi bagian dari tim pembela mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Rafael Alun Trisambodo, yang terjerat kasus gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Selain itu, Junaedi juga pernah mendampingi Harvey Moeis, suami dari artis Sandra Dewi, dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan timah.

Dalam kasus Rafael Alun, Junaedi mengawal proses hukum hingga tingkat banding, bahkan mengajukan kasasi atas vonis 14 tahun penjara yang dijatuhkan kepada kliennya. Sementara dalam kasus Harvey Moeis, Junaedi juga terlibat dalam upaya hukum di tingkat banding, meskipun hasilnya kurang memuaskan. Hukuman Harvey Moeis justru diperberat menjadi 20 tahun penjara, jauh lebih tinggi dari vonis awal 6,5 tahun di tingkat pertama.

Keterlibatan Junaedi dalam kasus dugaan obstruction of justice ini bermula dari penetapan Marcella Santoso (MS) dan Direktur Pemberitaan JAK TV, Tian Bahtiar (TB), sebagai tersangka. Ketiganya diduga melakukan permufakatan jahat untuk menghalangi penyidikan kasus korupsi timah dan impor gula yang melibatkan Tom Lembong.

Menurut keterangan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Dirdik Jampidsus) Kejagung, Abdul Qohar, Junaedi dan Marcella diduga memberikan sejumlah uang kepada Tian Bahtiar untuk memproduksi berita dan konten negatif yang bertujuan menyudutkan Kejaksaan Agung. Tujuannya adalah untuk menggiring opini publik dan mengganggu konsentrasi penyidik dalam menangani kasus korupsi tersebut.

  • Peran Junaedi dan Marcella:
    • Diduga memberikan dana sebesar Rp 400 juta kepada Tian Bahtiar untuk memproduksi berita negatif yang menyudutkan Kejaksaan Agung terkait penanganan kasus timah dan impor gula.
    • Memesan berita dan konten negatif kepada Tian Bahtiar untuk dipublikasikan di media sosial, media online, dan JAK TV News.
    • Membuat narasi dan opini yang menguntungkan pihak mereka, termasuk narasi yang menyatakan bahwa perhitungan kerugian negara oleh Kejaksaan Agung tidak benar.
    • Membiayai demonstrasi-demonstrasi yang bertujuan menggagalkan penyidikan, penuntutan, dan pembuktian di persidangan.
    • Menyelenggarakan seminar, podcast, dan talkshow di berbagai media online dengan narasi negatif yang mempengaruhi pembuktian di persidangan.

Tindakan Junaedi, Marcella, dan Tian dianggap sebagai upaya untuk menggiring opini publik melalui pemberitaan negatif, dengan harapan dapat mengganggu jalannya penyidikan. Atas perbuatan tersebut, ketiganya dijerat dengan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.