Kesenjangan Kepemilikan Rumah di Indonesia Meningkat, Backlog Tembus 15 Juta Unit
markdown Kesenjangan antara jumlah rumah yang tersedia dengan jumlah keluarga di Indonesia semakin menganga. Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Fahri Hamzah, mengungkapkan bahwa angka backlog atau kekurangan perumahan telah mencapai angka yang mengkhawatirkan, yaitu 15 juta unit. Data ini berdasarkan pada informasi terbaru yang dihimpun oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Pernyataan tersebut disampaikan dalam acara Silaturahmi Nasional (Silatnas) Apersi 2025 di Jakarta, Senin (21/4/2025).
"Jumlah backlog baru itu bukan 9,9 juta atau 12 juta yang disebutkan sebelumnya. Angka riilnya kini mencapai sekitar 15 juta antrean untuk pemilikan rumah baru. Selain itu, kita juga memiliki backlog renovasi Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) yang jumlahnya mencapai sekitar 26 juta unit," ujar Fahri.
Menurut Fahri, pertumbuhan jumlah keluarga di Indonesia tidak sebanding dengan penambahan jumlah rumah yang tersedia. Hal ini mengakibatkan pasar perumahan semakin tertekan dan sulit diakses oleh masyarakat. Data menunjukkan bahwa populasi Indonesia saat ini sekitar 289,5 juta jiwa. Jumlah keluarga telah meningkat signifikan dari 74-78 juta pada tahun 2023-2024 menjadi 93,1 juta keluarga saat ini. Selain itu, terjadi penurunan rata-rata anggota keluarga.
"Rata-rata hanya ada tiga orang dalam satu keluarga. Saya menduga hal ini disebabkan oleh bonus demografi, di mana anak-anak muda yang memasuki usia menikah mengalami kesulitan untuk memiliki rumah sendiri," jelasnya.
Fahri juga menyoroti potensi kesalahan dalam metode pengumpulan data perumahan. Ia mengindikasikan adanya kemungkinan pencampuran antara data rumah sebagai unit fisik dan data keluarga sebagai penghuninya. Untuk mengatasi masalah ini, ia berencana mengundang perwakilan dari sepuluh kementerian terkait untuk membahas dan menyelaraskan data agar diperoleh angka yang lebih akurat dan representatif.
Sebelumnya, mantan Direktur Jenderal Perumahan Kementerian PUPR, Iwan Suprijanto, pernah menyampaikan bahwa berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang dilakukan oleh BPS, angka backlog perumahan di Indonesia mencapai 9,9 juta unit. Namun, Iwan menekankan bahwa survei tersebut dilakukan dengan metode purposive random sampling sehingga hasilnya memiliki tingkat keyakinan yang terbatas dan hanya dapat dianggap sebagai indikasi, bukan angka riil.
Senada dengan hal tersebut, Herry Trisaputra Zuna, yang pernah menjabat sebagai Dirjen Pembiayaan Infrastruktur Kementerian PUPR, juga mengungkapkan bahwa berdasarkan data Susenas, terdapat 9,9 juta rumah tangga yang belum memiliki rumah. Selain itu, terdapat 26 juta rumah yang tidak layak huni. Dengan demikian, total kebutuhan rumah yang perlu diselesaikan mencapai sekitar 36 juta unit.
"Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan solusi yang komprehensif, seperti Kredit Pemilikan Rumah (KPR) atau kredit untuk membangun rumah sendiri bagi mereka yang belum memiliki rumah. Sementara itu, bagi pemilik rumah tidak layak huni, diperlukan kredit renovasi rumah. Kedua hal ini harus diselesaikan secara bersamaan," ujar Herry dalam sebuah konferensi pers mengenai Program Tapera.