Refleksi Kartini: Inayah Wahid, Olga Lydia, dan Musisi Merayakan Suara Perempuan dalam Budaya

Peringatan Hari Kartini di Kementerian Kebudayaan menjadi momentum perayaan yang unik, dengan menampilkan musikalisasi surat-surat Kartini oleh sejumlah tokoh dan seniman terkemuka. Acara bertajuk "Suara Perempuan dalam Budaya" ini menghadirkan interpretasi modern terhadap warisan Kartini, melampaui sekadar simbol kebaya.

Inayah Wahid, dalam penampilannya, menekankan bahwa esensi Kartini tidak hanya terbatas pada kebaya, yang kini telah diakui sebagai warisan budaya takbenda. Ia menggambarkan Kartini sebagai sosok yang lebih luas, mewakili perempuan-perempuan yang berjuang di berbagai bidang. "Wujud Kartini adalah ibu-ibu guru di pelosok Nusantara, di ladang yang tanah mereka dirampas. Wujud Kartini adalah perempuan yang berkemah di depan rumah rakyat untuk memperjuangkan apa yang dianggapnya benar," ujarnya, menekankan bahwa Kartini hadir dalam kerja nyata dan perjuangan sehari-hari.

Olga Lydia turut memeriahkan acara dengan membacakan surat-surat Kartini, diiringi petikan gitar akustik Dewa Budjana. Kolaborasi ini menghadirkan dimensi emosional dan reflektif, memungkinkan audiens untuk merasakan langsung pemikiran dan semangat Kartini.

Selain Inayah Wahid dan Olga Lydia, acara ini juga dimeriahkan oleh penampilan Zakia Minang Ayu, Trie Utami, dan tarian spektakuler dari Swargaloka. Keberagaman pengisi acara mencerminkan spektrum luas suara perempuan dalam budaya Indonesia.

Menteri Kebudayaan Fadli Zon menjelaskan bahwa Kartini telah menulis surat sejak usia 16 tahun. Dari ratusan surat yang ditulisnya, 105 surat dikumpulkan oleh Wardiman Djojonegoro dan diterbitkan dalam sebuah buku. Fadli Zon menyoroti usia Kartini yang relatif pendek, hanya 25 tahun, namun mampu menghasilkan karya tulis yang begitu berpengaruh. Surat-surat tersebut menjadi jendela untuk memahami pemikiran dan perjuangan Kartini dalam memperjuangkan kebebasan dan kesetaraan.

Fadli Zon juga menyinggung tentang jumlah pahlawan nasional perempuan yang masih jauh lebih sedikit dibandingkan laki-laki. Ia berharap, semangat Kartini dapat terus menginspirasi perempuan Indonesia untuk berprestasi di berbagai bidang dan mengisi kesenjangan tersebut.

Acara "Suara Perempuan dalam Budaya" menjadi pengingat bahwa warisan Kartini relevan hingga saat ini. Semangat perjuangannya untuk kesetaraan dan emansipasi perempuan terus bergema dan menjadi inspirasi bagi generasi penerus.