Dunia Berduka: Paus Fransiskus, Pembela Keadilan Iklim, Tutup Usia
Mata dunia tertuju pada Vatikan, Senin (21/4/2025), saat kabar duka menyelimuti umat Katolik dan dunia secara luas. Paus Fransiskus, pemimpin spiritual yang progresif dan vokal dalam isu-isu sosial dan lingkungan, menghembuskan nafas terakhirnya di Casa Santa Marta, Vatikan, pada usia 88 tahun. Kepergiannya meninggalkan kekosongan besar, namun juga warisan abadi yang akan terus menginspirasi generasi mendatang.
Sebagai Paus ke-266 Gereja Katolik, Jorge Mario Bergoglio, nama lahir Paus Fransiskus, telah menorehkan sejarah dengan berbagai gebrakan yang berani. Ia menjadi Paus pertama dari Benua Amerika, sebuah simbol perubahan dan inklusivitas dalam tubuh Gereja Katolik yang selama berabad-abad didominasi oleh tokoh-tokoh Eropa. Selain itu, ia juga menjadi Paus pertama dari ordo Yesuit, sebuah ordo yang dikenal dengan komitmennya terhadap pendidikan, keadilan sosial, dan pelayanan kepada masyarakat miskin.
Kepemimpinan Paus Fransiskus ditandai dengan pendekatan yang sederhana dan dekat dengan rakyat. Ia memilih gaya hidup yang bersahaja, menolak kemewahan dan lebih memilih berinteraksi langsung dengan umat. Bahkan, upacara pemakamannya pun mencerminkan kesederhanaan yang menjadi ciri khasnya. Ia meminta agar prosesi pemakamannya dibuat sesederhana mungkin, termasuk pemilihan peti mati kayu sederhana dan penghapusan tradisi pembaringan jenazah di atas catafalque.
Lebih dari sekadar pemimpin agama, Paus Fransiskus adalah suara bagi mereka yang terpinggirkan. Ia dengan lantang membela hak-hak pengungsi, migran, dan korban ketidakadilan. Ia juga menjadi kritikus keras terhadap sistem ekonomi global yang dianggapnya tidak adil dan merusak lingkungan. Terutama dalam konflik di Gaza, Paus Fransiskus tanpa henti menyerukan gencatan senjata, mendesak pembukaan koridor kemanusiaan untuk memastikan bantuan medis dan makanan mencapai mereka yang paling membutuhkan. Seruannya, "Setiap perang adalah kekalahan. Mari kita berhenti, atas nama kemanusiaan!" bergema di seluruh dunia.
Salah satu isu yang paling getol diperjuangkan oleh Paus Fransiskus adalah krisis iklim. Ia melihat kerusakan lingkungan bukan hanya sebagai masalah teknis atau ekonomi, tetapi juga sebagai isu moral dan spiritual. Ia berulang kali mengingatkan bahwa krisis iklim berdampak paling besar pada masyarakat miskin dan rentan, yang seringkali menjadi korban pertama dan utama dari perubahan iklim.
Dalam konferensi lingkungan global di Vatikan pada Mei 2024, Paus Fransiskus dengan tegas menyatakan bahwa kerusakan lingkungan adalah "dosa struktural" umat manusia. Ia menyoroti ketimpangan tanggung jawab atas krisis iklim, di mana satu miliar orang terkaya di dunia menyumbang lebih dari setengah emisi gas rumah kaca, sementara tiga miliar orang miskin menanggung 75 persen dampak dari krisis tersebut.
Warisan terpenting Paus Fransiskus adalah ensiklik Laudato Si', sebuah dokumen ajaran resmi Gereja Katolik yang membahas krisis ekologi global dari perspektif spiritual, etis, dan ilmiah. Laudato Si' menyerukan pertobatan ekologis, yaitu perubahan mendalam dalam cara kita berpikir, bertindak, dan berhubungan dengan alam. Ensiklik ini telah menginspirasi gerakan global untuk keadilan iklim dan keberlanjutan lingkungan.
Kepergian Paus Fransiskus merupakan kehilangan besar bagi dunia. Namun, semangatnya, visinya, dan warisannya akan terus hidup dalam tindakan dan inspirasi bagi jutaan orang di seluruh dunia. Laudato Si' kini menjadi gerakan dunia dengan jaringan global yang luas, yang menginspirasi ribuan pemimpin akar rumput untuk melakukan perubahan di komunitas mereka masing-masing.
Selamat jalan, Paus Fransiskus. Warisanmu akan terus menginspirasi dan membimbing kita menuju masa depan yang lebih adil, berkelanjutan, dan penuh harapan.