Anies Baswedan Kritisi Kesenjangan dan Tekanan pada Generasi Muda di Tengah Euforia Bonus Demografi

Mantan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, melontarkan kritik terhadap euforia bonus demografi yang kerap digadang-gadang sebagai gerbang menuju Indonesia Emas. Menurutnya, tingginya jumlah usia produktif tidak serta merta menjamin kesejahteraan, justru menyimpan potret buram tekanan dan ketidakpastian yang menghantui generasi muda.

Dalam serangkaian cuitan di platform X, Anies menyoroti bahwa anak muda saat ini kerap dianggap sebagai penopang kemajuan bangsa, namun minim dukungan yang memadai. Ia mengungkapkan keprihatinannya atas fenomena tersembunyi berupa tekanan psikis, gangguan mental, dan perasaan hampa yang dialami oleh generasi muda di balik label produktif yang disematkan.

Anies menilai, dunia kerja modern menuntut kecepatan dan efisiensi, namun seringkali mengabaikan kebutuhan fundamental manusia untuk bernapas dan beristirahat. Ia menegaskan bahwa kondisi ini bukanlah bonus, melainkan beban yang semakin memperberat kehidupan generasi muda. Tekanan berlapis, mulai dari menopang keluarga, mengatasi ketidakpastian pekerjaan, hingga membangun masa depan di tengah biaya hidup yang terus melonjak, menjadi realitas pahit yang harus dihadapi.

Ia mengkritik pandangan yang menganggap bonus demografi sebagai berkah otomatis. Menurutnya, kehadiran usia produktif tidak serta merta menjamin datangnya kesejahteraan. Yang seringkali luput dari perhatian adalah kelelahan kolektif yang dialami oleh generasi muda. Anies menyoroti bahwa generasi muda yang seharusnya menjadi jawaban atas tantangan masa depan, justru tidak didukung oleh sistem yang memadai untuk berkembang.

Lebih lanjut, Anies mengungkapkan kekhawatirannya atas munculnya wajah baru ketimpangan, di mana banyak anak muda terdata bekerja, namun hidup dalam zona abu-abu ekonomi. Mereka bekerja di sektor informal tanpa jaminan, perlindungan, dan kepastian. Di balik narasi tentang anak muda pekerja keras, tersembunyi realitas yang lebih pahit, yaitu perjuangan untuk bertahan hidup, bukan bertumbuh. Mereka sibuk, namun tidak selalu sejahtera. Anies mengingatkan bahwa jika sistem terus berdiam diri, maka yang akan muncul adalah generasi pekerja yang kelelahan dalam senyap.

Kritik Anies ini muncul di tengah optimisme yang digaungkan oleh berbagai pihak mengenai potensi bonus demografi. Sebelumnya, Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka menyatakan bahwa Indonesia berada dalam momen yang sangat menentukan di tengah tantangan global. Ia menekankan pentingnya Indonesia untuk tumbuh, lincah, dan adaptif. Gibran juga menyoroti bahwa pada kurun waktu 2030-2045, sekitar 208 juta penduduk Indonesia akan berada pada usia produktif, yang merupakan kesempatan emas untuk mengelola bonus demografi agar menjadi jawaban untuk masa depan Indonesia.

Namun, Anies mengingatkan bahwa angka statistik yang fantastis tidak akan berarti banyak jika tidak diimbangi dengan upaya nyata untuk mengatasi tekanan dan ketidakpastian yang menghantui generasi muda. Ia menekankan perlunya sistem yang mendukung pertumbuhan dan kesejahteraan generasi muda agar bonus demografi benar-benar menjadi berkah, bukan beban.