Polemik Penetapan Tersangka Direktur JAK TV, IJTI Soroti Potensi Pelanggaran Prosedur Hukum

IJTI Pertanyakan Penetapan Tersangka Direktur JAK TV, Desak Penghormatan terhadap Peran Dewan Pers

Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) melayangkan kritik terhadap Kejaksaan Agung (Kejagung) terkait penetapan Direktur Pemberitaan JAK TV, Tian Bahtiar, sebagai tersangka. Ketua Umum IJTI, Herik Kurniawan, menilai bahwa Kejagung berpotensi melangkahi prosedur yang seharusnya ditempuh dalam menangani kasus yang berkaitan dengan karya jurnalistik.

Herik menjelaskan bahwa seharusnya, sebelum melakukan proses hukum terhadap seorang jurnalis terkait karya jurnalistiknya, Kejagung terlebih dahulu meminta pendapat dari Dewan Pers. Dewan Pers memiliki otoritas untuk menilai apakah sebuah karya jurnalistik memenuhi standar etika dan profesionalisme, atau justru mengandung unsur negatif seperti fitnah atau konspirasi.

"Kasus yang menjerat Tian Bahtiar ini berkaitan erat dengan karya-karya jurnalistik. Kewenangan untuk menentukan apakah karya-karya tersebut bermasalah, mengandung unsur negatif, konspirasi, fitnah, atau hal buruk lainnya, sepenuhnya berada di wilayah Dewan Pers," tegas Herik.

Menurut Herik, tindakan Kejagung menetapkan Tian sebagai tersangka tanpa melibatkan Dewan Pers merupakan sebuah kesalahan prosedur. Ia mengingatkan tentang adanya nota kesepahaman antara kepolisian dan Dewan Pers yang mengatur bahwa setiap sengketa terkait karya jurnalistik harus diserahkan kepada Dewan Pers untuk dinilai terlebih dahulu.

"Jika Dewan Pers menyatakan bahwa karya tersebut layak diproses secara pidana, barulah kepolisian dapat melanjutkan proses hukumnya," imbuhnya.

IJTI khawatir bahwa penetapan Tian sebagai tersangka dapat menimbulkan preseden buruk, di mana karya jurnalistik dapat dinilai oleh pihak lain, termasuk Kejagung, tanpa melalui mekanisme yang diatur oleh undang-undang dan nota kesepahaman dengan Dewan Pers. Hal ini berpotensi menciptakan kesimpangsiuran dalam proses peradilan.

Meski demikian, Herik menegaskan bahwa IJTI menghormati proses hukum yang berlaku. Jika Tian Bahtiar terbukti melakukan tindak pidana di luar konteks pemberitaan dan konten negatif yang dipermasalahkan, IJTI menyerahkan sepenuhnya kepada pihak berwenang untuk menindaklanjutinya.

Sebelumnya, Kejagung menetapkan Tian sebagai tersangka atas dugaan menghalangi penyidikan kasus-kasus yang tengah ditangani oleh lembaga tersebut. Tian diduga membuat narasi dan konten negatif yang bertujuan untuk menjatuhkan citra Kejagung dan menghambat proses penyidikan sejumlah perkara.

Berdasarkan hasil penyidikan, Tian diduga menerima pesanan dari dua orang advokat, Marcella Santoso dan Junaedi Saibih, yang merupakan kuasa hukum dari tersangka atau terdakwa dalam kasus-kasus yang diusut oleh Kejagung.

"Tersangka MS dan JS memesan kepada tersangka TB untuk membuat berita dan konten negatif yang menyudutkan Kejaksaan terkait dengan penanganan perkara, baik di tingkat penyidikan, penuntutan, maupun persidangan," ungkap Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar.

Tian diduga menerima sejumlah uang sebesar Rp 478.500.000 atas perbuatannya tersebut. Dana tersebut masuk ke rekening pribadi Tian tanpa sepengetahuan pihak manajemen JAK TV.