PWI Minta Kejaksaan Agung Hormati UU Pers dalam Kasus Direktur JAKTV
Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat mendesak Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk menjunjung tinggi Undang-Undang Pers dalam proses hukum yang menjerat Direktur Pemberitaan JAKTV, Tian Bahtiar. Ketua Umum PWI Pusat, Hendry Ch Bangun, menekankan pentingnya penghormatan terhadap UU Pers sebagai pilar demokrasi.
Hendry berpendapat bahwa kasus yang menimpa Tian Bahtiar, yang melibatkan perusahaan media terdaftar di Dewan Pers, seharusnya diselesaikan melalui mekanisme etik jurnalistik. Ia menyayangkan penetapan status tersangka dan penahanan yang dinilai terburu-buru. Menurutnya, jika terdapat dugaan pelanggaran etik, yang bersangkutan seharusnya diberikan hak jawab atau diminta untuk menyampaikan permintaan maaf.
- Ranah Etik: Hendry menekankan bahwa sengketa terkait isi berita seharusnya diselesaikan dalam ranah etik jurnalistik.
- Peran Dewan Pers: PWI menyarankan agar Dewan Pers dilibatkan untuk memberikan penilaian terhadap karya jurnalistik yang dipermasalahkan, sesuai dengan Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999.
Hendry mengingatkan tentang Nota Kesepahaman (MoU) dan Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara Dewan Pers dan Kejagung, yang mengatur bahwa Dewan Pers harus dimintai pendapat terlebih dahulu sebelum mempidanakan karya jurnalistik. Ia menyayangkan jika Kejagung tidak menghormati perjanjian tersebut dan langsung menahan wartawan tanpa melibatkan Dewan Pers.
Mengenai tuduhan penerimaan sejumlah dana ke rekening pribadi Tian Bahtiar, Hendry berpendapat bahwa hal tersebut seharusnya diklarifikasi terlebih dahulu kepada pihak manajemen JAKTV. Jika ditemukan penyimpangan, sanksi administratif seperti skorsing dapat dijatuhkan.
- Kontrol Kekuasaan: Hendry menolak anggapan bahwa pemberitaan yang dilakukan merupakan tindakan obstruction of justice. Ia menegaskan bahwa pers memiliki hak untuk melakukan kontrol terhadap kekuasaan.
- Mekanisme Etik: Menurutnya, dugaan itikad buruk dalam pemberitaan harus dibuktikan melalui mekanisme etik, bukan langsung diproses pidana.
Hendry khawatir jika pendekatan seperti ini terus dilakukan, akan terjadi kriminalisasi terhadap pers. Ia berpendapat bahwa kejaksaan tidak seharusnya menilai berita secara subjektif dan langsung menetapkan wartawan sebagai tersangka.
Sebelumnya, Kejagung menyatakan bahwa penetapan Tian Bahtiar sebagai tersangka didasari dugaan penerimaan dana sebesar Rp 478 juta untuk menyebarkan opini yang menyudutkan Kejagung terkait kasus korupsi timah, importasi gula, dan ekspor CPO.