UU TNI Hasil Revisi: Penjelasan Pemerintah Terkait Akses Publik dan Polemik yang Muncul

Penjelasan Pemerintah Terkait UU TNI yang Belum Dipublikasikan

Presiden Prabowo Subianto dilaporkan telah menandatangani Undang-Undang (UU) tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) sebelum perayaan Idul Fitri 1446 Hijriyah. Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi mengonfirmasi penandatanganan tersebut, yang diperkirakan terjadi sekitar tanggal 27 atau 28 Maret 2025. Namun, meskipun telah ditandatangani, draf UU TNI masih belum dapat diakses oleh publik hingga saat ini.

Prasetyo Hadi menjelaskan bahwa ada serangkaian proses administratif yang harus dilalui sebelum draf UU tersebut dapat dipublikasikan secara resmi. Proses tersebut meliputi pengarsipan, pengecekan ulang, dan penerbitan dalam lembaran negara. Mensesneg menjanjikan bahwa draf UU TNI akan tersedia melalui situs web Sekretariat Negara pada 21 April 2025, namun hingga tanggal 22 April 2025, belum ada pembaruan mengenai hal ini.

Polemik Seputar RUU TNI: Kekhawatiran Dwifungsi dan Pasal-Pasal yang Disorot

Rancangan Undang-Undang (RUU) TNI sebelumnya menuai polemik sebelum disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI pada tanggal 20 Maret 2025. Salah satu isu yang menjadi perhatian utama adalah kekhawatiran akan kembalinya dwifungsi ABRI, mengingat adanya penambahan jabatan publik yang dapat diduduki oleh personel TNI aktif. Presiden Prabowo Subianto dan Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas telah membantah isu tersebut.

Prabowo Subianto menyatakan bahwa tidak ada niat dari TNI untuk kembali menerapkan dwifungsi. Ia juga menyoroti bahwa inti dari RUU TNI adalah mengenai perpanjangan usia pensiun perwira tinggi, yang menurutnya penting untuk mengatasi masalah pergantian Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) hingga Panglima TNI yang terlalu sering terjadi.

Menkum Supratman Andi Agtas menambahkan bahwa UU TNI yang disetujui hanya menambahkan penugasan prajurit di dua lembaga yang sebelumnya sudah berhubungan dengan TNI, yaitu Mahkamah Agung dan Kejaksaan Agung. Penugasan ini dianggap sebagai legitimasi terhadap praktik yang sudah ada sebelumnya.

Beberapa pasal dalam RUU TNI menjadi sorotan selama proses pembahasan. Pasal 47 mengenai jabatan TNI aktif di kementerian/lembaga sipil mengalami perubahan signifikan. Dalam UU TNI lama, prajurit TNI hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan. Namun, dalam draf RUU TNI baru, TNI aktif dapat menjabat di 14 kementerian/lembaga tertentu, seperti kementerian/lembaga yang membidangi politik dan keamanan negara, pertahanan negara, intelijen negara, dan lain-lain.

TNI aktif harus mengundurkan diri atau pensiun jika ingin mengisi jabatan di luar 14 kementerian/lembaga tersebut. Pasal 53 mengenai batas usia pensiun juga mengalami perubahan. Batas usia pensiun diperpanjang sesuai dengan pangkat prajurit, dengan batas usia pensiun tertinggi untuk perwira tinggi bintang 3 adalah 62 tahun.

Berikut adalah daftar kementerian/lembaga yang dimaksud dalam pasal 47 UU TNI:

  • Kementerian/lembaga yang membidangi koordinator bidang politik dan keamanan negara
  • Pertahanan negara termasuk dewan pertahanan nasional
  • Kesekretariatan negara yang menangani urusan kesekretariatan presiden dan kesekretariatan militer presiden
  • Intelijen negara
  • Siber dan/atau sandi negara
  • Lembaga ketahanan nasional
  • Pencarian dan pertolongan
  • Narkotika nasional
  • Pengelola perbatasan
  • Penanggulangan bencana
  • Penanggulangan terorisme
  • Keamanan laut
  • Kejaksaan Republik Indonesia
  • Mahkamah Agung