BPJPH dan BPOM Temukan Produk Pangan Mengandung Porcine, Sertifikasi Halal Dipertanyakan
Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) bersama dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) baru-baru ini mengumumkan temuan yang mengkhawatirkan: sejumlah produk pangan olahan terdeteksi mengandung unsur porcine atau babi. Temuan ini menimbulkan pertanyaan serius mengenai efektivitas sistem sertifikasi halal yang selama ini berlaku.
Berdasarkan hasil uji laboratorium DNA dan peptida spesifik, sembilan produk pangan olahan dinyatakan positif mengandung porcine. Lebih mengejutkan lagi, tujuh dari sembilan produk tersebut ternyata memiliki sertifikasi halal. Mayoritas produk yang terindikasi mengandung unsur babi ini adalah marshmallow yang diimpor dari Filipina dan China.
Lantas, apa sebenarnya yang dimaksud dengan porcine? Dalam istilah ilmiah, porcine merujuk pada segala sesuatu yang berasal dari babi (Sus scrofa), termasuk jaringan, sel, dan materi genetiknya. Dalam konteks industri makanan, deteksi unsur porcine menjadi sangat penting dalam proses sertifikasi halal. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa suatu produk, baik makanan, kosmetik, maupun obat-obatan, benar-benar bebas dari kontaminasi bahan-bahan yang berasal dari babi, seperti lemak, minyak, atau gelatin.
Porcine detection adalah metode yang digunakan untuk mendeteksi keberadaan kandungan atau kontaminasi bahan non-halal dari babi dalam suatu produk. Hal ini sangat krusial karena kontaminasi sekecil apapun dapat membatalkan status kehalalan suatu produk. Industri makanan adalah salah satu sektor yang paling sering menerapkan pengujian ini, mengingat risiko pemalsuan atau pencampuran bahan berbasis babi cukup tinggi. Selain itu, industri kosmetik dan produk kecantikan juga semakin mengandalkan metode ini sebagai bagian dari proses pengajuan sertifikasi halal.
Salah satu metode porcine detection yang umum digunakan adalah Real Time PCR (qPCR). Teknologi ini bekerja dengan memperbanyak DNA target menggunakan enzim, sehingga jejak DNA babi dalam suatu produk dapat terdeteksi, bahkan dalam jumlah yang sangat kecil.
Kepala BPJPH, Ahmad Haikal Hasan, menekankan bahwa sertifikat halal bukanlah sekadar formalitas administratif, melainkan sebuah komitmen hukum yang wajib dipatuhi. Produk yang telah bersertifikat halal namun terbukti mengandung unsur porcine akan dikenai sanksi tegas, termasuk penarikan dari peredaran.
Beliau juga menambahkan bahwa produk yang mengandung unsur tidak halal wajib mencantumkan keterangan yang jelas. Masyarakat diimbau untuk tidak salah paham bahwa semua produk harus halal. Produk yang tidak halal atau mengandung unsur babi diperbolehkan untuk diedarkan dan diperjualbelikan, asalkan kejujuran diterapkan dengan mencantumkan informasi yang jelas mengenai kandungan unsur babi atau alkohol, demi melindungi konsumen.
Penemuan ini menjadi pengingat penting bagi produsen, regulator, dan konsumen. Produsen harus lebih berhati-hati dalam memilih bahan baku dan memastikan proses produksi yang higienis. Regulator perlu meningkatkan pengawasan dan penegakan hukum terhadap produk-produk yang tidak memenuhi standar halal. Konsumen juga perlu lebih kritis dan selektif dalam memilih produk yang akan dikonsumsi.
Berikut adalah poin-poin penting yang perlu diperhatikan:
- Sertifikasi Halal: Sertifikasi halal adalah proses penting untuk memastikan produk memenuhi standar kehalalan.
- Porcine Detection: Metode deteksi porcine sangat penting untuk mengidentifikasi kandungan babi dalam produk.
- Transparansi: Produsen wajib memberikan informasi yang jelas dan jujur mengenai kandungan produk.
- Pengawasan: BPJPH dan BPOM harus meningkatkan pengawasan terhadap produk-produk yang beredar di pasaran.
- Kesadaran Konsumen: Konsumen perlu lebih kritis dan selektif dalam memilih produk.