Sekretaris Damkar Semarang Siap Ungkap Fakta dalam Kasus Dugaan Korupsi Mantan Wali Kota
Kasus dugaan korupsi yang menyeret mantan Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu, atau yang akrab disapa Mbak Ita, memasuki babak baru. Sekretaris Dinas Pemadam Kebakaran (Damkar) Kota Semarang, Ade Bhakti Ariawan, menyatakan kesiapannya untuk memberikan keterangan secara terbuka terkait kasus ini.
Nama Ade Bhakti mencuat dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Tipikor Semarang, Senin (21/4/2025). Dalam persidangan tersebut, Ade Bhakti disebut-sebut sebagai salah satu pejabat yang memberikan gratifikasi kepada Mbak Ita. Namun, Ade Bhakti menegaskan bahwa tindakannya tersebut dilakukan atas permintaan langsung dari mantan orang nomor satu di Kota Semarang itu.
"Tunggu saja keterangan saya dan 15 camat lain di persidangan," ujar Ade Bhakti saat dikonfirmasi pada Selasa (22/4/2025).
Ade Bhakti menjelaskan bahwa pada saat kejadian, Ketua Paguyuban Camat dijabat oleh Eko Yuniarto, yang juga menjabat sebagai Camat Pedurungan pada Desember 2022. "Tunggu saja keterangan ketua paguyuban camat waktu itu, Mas Eko, beserta saya dan 14 camat lain di persidangan," imbuhnya.
Dugaan Pengaturan Proyek
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rio Vernika Putra, mengungkapkan bagaimana Mbak Ita bersama suaminya, Alwin Basri, yang juga menjabat sebagai Ketua Komisi D DPRD Jawa Tengah, diduga terlibat dalam pengaturan proyek pembangunan di lingkungan Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang. Modus operandi ini diduga telah dirancang sejak tahun 2022.
Pada tahun 2023, Pemkot Semarang mengalokasikan dana sebesar Rp 16 miliar untuk pembangunan di tingkat kelurahan dan kecamatan. Masing-masing kecamatan menerima alokasi sebesar Rp 82,9 juta. Karena nilai proyek yang relatif kecil, proyek-proyek tersebut tidak memerlukan proses lelang.
Diduga, kesempatan ini dimanfaatkan oleh Mbak Ita dan Alwin untuk menunjuk langsung Martono, Ketua Gapensi Kota Semarang, sebagai pelaksana proyek. "Martono setuju, tapi dengan syarat. Ia meminta fee sebesar 13 persen dari nilai proyek, yang akan diteruskan ke Mbak Ita dan Alwin," ungkap Rio dalam persidangan.
Peran Ade Bhakti dalam Kasus
Untuk memuluskan skema ini, Martono menunjuk sejumlah koordinator lapangan di tiap kecamatan. Di Kecamatan Gajahmungkur, peran tersebut dijalankan oleh Ade Bhakti. Ia kemudian mengarahkan para lurah untuk turut mengelola proyek dan mengumpulkan 'setoran' untuk para terdakwa dan Martono. Pada 15 April 2023, Ade Bhakti menyerahkan uang sebesar Rp 148,5 juta kepada Mbak Ita dan Alwin.
Selain itu, jaksa juga mengungkap bahwa pasangan ini menerima aliran dana dari camat-camat lain di Kota Semarang. Nama Eko Yuniarto, Camat Pedurungan, juga disebut dalam surat dakwaan jaksa. "Terdakwa II (Alwin) melakukan pertemuan dengan Martono, Eko Yuniarto selaku Ketua Paguyuban Camat, dan Suroto selaku Camat Genuk. Terdakwa II meminta uang dari pekerjaan senilai Rp 16 miliar," kata jaksa.
Praktik gratifikasi ini diduga berlangsung dalam kurun waktu yang cukup panjang, dari November 2022 hingga Januari 2024, dengan total mencapai Rp 2,2 miliar. Selain skema proyek kelurahan, Mbak Ita dan Alwin juga dijerat kasus korupsi lainnya, yaitu terkait fee atas proyek pengadaan meja dan kursi fabrikasi SD di Dinas Pendidikan Kota Semarang tahun anggaran 2023.
Dari proyek tersebut, pasangan ini diduga menerima suap senilai Rp 2 miliar dari Martono dan tambahan Rp 1,7 miliar dari Rachmat Utama Djangkar, Direktur Utama PT Deka Sari Perkasa.
Dalam sidang tersebut, JPU KPK membacakan tiga dakwaan yang menjerat Mbak Ita dan Alwin Basri. Mereka diduga melakukan korupsi dengan total nilai mencapai Rp 9 miliar.