Keterlambatan Penanganan Medis Diduga Akibatkan Korban Kecelakaan di Mamuju Meninggal Dunia
Insiden Tragis di Mamuju: Korban Kecelakaan Meninggal Dunia Usai Dugaan Penolakan di RSUD
Kecelakaan lalu lintas di Mamuju, Sulawesi Barat, berujung duka setelah seorang pria bernama Hendra, 40 tahun, meninggal dunia. Insiden ini memicu sorotan tajam terhadap pelayanan medis di wilayah tersebut, khususnya terkait dugaan penolakan perawatan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Provinsi Sulawesi Barat.
Menurut keterangan AR, rekan korban, Hendra mengalami kecelakaan di Jalan Salupangi, Desa Botteng, Mamuju pada Senin, 21 April 2025. Usai kejadian, Hendra segera dilarikan ke RSUD Provinsi Sulbar dengan menggunakan mobil pikap warga. AR mengungkapkan bahwa saat tiba di IGD, Hendra masih dalam keadaan sadar. Namun, alih-alih mendapatkan pertolongan medis, mereka justru mendapati penolakan.
"Saya lihat ada dokter, perawat, dan sekuriti di situ. Saya kurang tahu siapa yang bicara, tapi sepertinya dokter yang menyarankan untuk dibawa ke rumah sakit lain, RS Mitra misalnya," ujar AR.
AR sangat khawatir dengan kondisi Hendra yang mengalami pendarahan hebat. Ia berharap rekannya segera mendapatkan penanganan medis yang memadai. Namun, kekhawatiran AR seolah tak digubris. Menurutnya, seorang perawat bahkan mengatakan bahwa IGD sudah penuh sesak dengan pasien, sebagian terpaksa dirawat di kursi roda.
Karena ditolak, Hendra kemudian dibawa ke Rumah Sakit Bhayangkara Mamuju. Selama perjalanan, AR sempat melihat Hendra membuka mata. Sayangnya, tak lama setelah tiba di RS Bhayangkara, Hendra dinyatakan meninggal dunia akibat kehabisan darah.
"Korban benar-benar butuh pertolongan. Setengah jam di Rumah Sakit Bhayangkara, saya cek, korban sudah meninggal," tutur AR dengan nada kecewa.
Bantahan Pihak RSUD dan Penjelasan Kondisi IGD
Direktur RSUD Provinsi Sulbar, Marintani Erna Dochri, membantah tudingan penolakan pasien. Ia mengklaim bahwa pihaknya hanya menyarankan agar Hendra dirawat di rumah sakit terdekat karena kondisi IGD yang sudah sangat padat.
"Kami tidak pernah menolak pasien. Kami menyarankan ke rumah sakit terdekat karena kondisi IGD tidak memungkinkan. Bed sudah penuh, bahkan sebagian pasien ada yang dirawat di kursi," jelas Erna.
Erna juga menjelaskan bahwa sesuai SOP, pasien tidak diperbolehkan dirawat di kursi. Namun, karena alasan kemanusiaan, pihaknya terpaksa memberikan perawatan darurat kepada pasien yang tidak kebagian tempat tidur. Dalam kasus Hendra, Erna menyebutkan bahwa kondisi korban membutuhkan penanganan yang lebih intensif sehingga tidak memungkinkan untuk dirawat di kursi.
"Saat itu tidak ada pasien lain yang memungkinkan untuk dipindahkan ke tempat lain," imbuhnya.
Evaluasi dan Permohonan Maaf
Meski membantah adanya penolakan, Erna mengakui bahwa insiden ini akan menjadi bahan evaluasi internal. Ia juga menyampaikan permohonan maaf atas meninggalnya Hendra.
Kasus ini menjadi sorotan publik dan memicu perdebatan tentang kualitas pelayanan medis, terutama dalam situasi darurat. Kejadian ini juga menggarisbawahi pentingnya evaluasi menyeluruh terhadap kapasitas dan kesiapan rumah sakit dalam menangani lonjakan pasien, serta perlunya peningkatan koordinasi antar fasilitas kesehatan untuk memastikan pasien mendapatkan penanganan yang cepat dan tepat.