Advokat Marcella Santoso Terjerat Dua Kasus Dugaan Suap dan Perintangan Penyidikan dalam Sebulan Terakhir
Dalam kurun waktu kurang dari sebulan, nama advokat Marcella Santoso menjadi sorotan publik setelah ditetapkan sebagai tersangka dalam dua kasus berbeda, yaitu dugaan suap terkait penanganan perkara korporasi dan dugaan perintangan penyidikan dalam kasus timah serta impor gula.
Kasus pertama yang menjerat Marcella adalah dugaan suap terkait vonis lepas terhadap terdakwa korporasi dalam perkara ekspor crude palm oil (CPO) atau bahan baku minyak goreng. Kejaksaan Agung (Kejagung) mengumumkan penetapan tersangka Marcella pada 12 April 2025. Diduga, Marcella bersama dengan Ariyanto Bakri, yang juga merupakan pengacara dari terdakwa korporasi, memberikan suap dengan nilai fantastis mencapai Rp 60 miliar kepada oknum pejabat pengadilan. Penerima suap yang teridentifikasi adalah Muhammad Arif Nuryanta, yang saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Pengadilan Tipikor Jakarta, serta Wahyu Gunawan, seorang panitera muda pada Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Bahkan, tiga majelis hakim yang memvonis lepas terdakwa korporasi juga turut ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini, yaitu Agam Syarif Baharudin, Ali Muhtarom, dan Djuyamto. Vonis lepas yang diberikan oleh majelis hakim tersebut sangat kontras dengan tuntutan yang diajukan oleh jaksa penuntut umum, yang menuntut uang pengganti sebesar Rp 937 miliar kepada Permata Hijau Group, Rp 11,8 triliun kepada Wilmar Group, dan Rp 4,8 triliun kepada Musim Mas Group. Atas perbuatannya, Marcella Santoso disangkakan melanggar Pasal 6 ayat 1 huruf a, juncto Pasal 5 ayat 1, juncto Pasal 13, juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Tidak berhenti di situ, selang beberapa pekan kemudian, Marcella kembali ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan perintangan penyidikan kasus timah dan impor gula. Dalam kasus ini, Marcella diduga bekerja sama dengan seorang pengacara bernama Junaedi Saibih (JS) dan Direktur Pemberitaan JakTV, Tian Bahtiar (TB), untuk melakukan serangkaian tindakan yang bertujuan mengganggu proses hukum yang sedang berjalan. Modus operandi yang dilakukan adalah dengan memberikan sejumlah uang kepada Tian Bahtiar agar membuat berita-berita negatif dan konten yang menyudutkan Kejaksaan terkait penanganan perkara. Dana yang digelontorkan untuk tujuan ini mencapai lebih dari Rp 400 juta, tepatnya Rp 478.500.000. Selain itu, Marcella dan Junaedi juga diduga membiayai demonstrasi-demonstrasi yang bertujuan menggagalkan penyidikan, penuntutan, dan pembuktian perkara di persidangan. Tian Bahtiar kemudian berperan dalam mempublikasikan narasi-narasi demonstrasi tersebut secara negatif melalui berita di JakTV dan akun-akun media sosial resmi JakTV, termasuk TikTok dan YouTube. Lebih lanjut, Marcella dan Junaedi juga diduga menyelenggarakan dan membiayai kegiatan seminar, podcast, dan talkshow di berbagai media online, dengan mengarahkan narasi-narasi yang negatif dalam pemberitaan untuk mempengaruhi pembuktian perkara di persidangan. Kegiatan-kegiatan ini kemudian diliput oleh Tian Bahtiar dan disiarkan melalui JakTV serta platform media sosial lainnya. Atas perbuatannya ini, Marcella Santoso bersama Junaedi Saibih dan Tian Bahtiar disangkakan melanggar Pasal 21 UU 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU 20 Tahun 2001 Jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHAP.
Kedua kasus yang menjerat Marcella Santoso ini menjadi perhatian serius publik dan menimbulkan pertanyaan mengenai integritas serta profesionalisme dalam dunia hukum. Proses hukum terhadap Marcella dan pihak-pihak terkait masih terus berlanjut untuk mengungkap fakta sebenarnya dan memberikan keadilan bagi semua pihak.