Direktur Pemberitaan JAK TV Diduga Terlibat Konspirasi untuk Mendiskreditkan Kejaksaan Agung

Kasus dugaan konspirasi untuk mendiskreditkan Kejaksaan Agung (Kejagung) memasuki babak baru dengan penetapan Direktur Pemberitaan JAK TV, Tian Bahtiar, sebagai tersangka. Kejagung menuding Tian terlibat dalam pemufakatan jahat dengan dua advokat untuk menyebarkan berita yang merusak citra lembaga tersebut.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, mengungkapkan bahwa Tian diduga berkolaborasi dengan advokat Marcella Santoso dan Junaedi Saibih untuk menciptakan opini publik yang negatif terhadap Kejagung, khususnya bidang pidana khusus (Jampidsus). Kolaborasi ini disinyalir bertujuan untuk melemahkan institusi tersebut dan dilakukan dengan imbalan sejumlah uang.

"Mereka membentuk framing, seolah-olah Kejaksaan dan Jampidsus penuh dengan pelanggaran dan penyimpangan," ujar Harli.

Framing negatif ini, menurut Harli, dilakukan secara sistematis untuk memengaruhi opini publik dan mengaburkan fakta yang sebenarnya. Pola ini dianggap sebagai bagian dari strategi terencana untuk menumbuhkan ketidakpercayaan terhadap Kejaksaan dan sistem hukum secara keseluruhan.

"Kita di-framing, peradilan di-prank, mereka membuat seolah-olah Kejaksaan ini tidak ada benarnya, bahkan sampai memanfaatkan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (TUN) agar putusannya bisa digunakan sebagai dasar pertimbangan lain," imbuhnya.

Meski demikian, Harli menekankan bahwa Kejagung menghargai peran media dalam menyampaikan kritik terhadap suatu lembaga. Namun, tindakan Tian dianggap sebagai bentuk pemufakatan jahat yang tidak dapat dibenarkan.

"Bukan soal pemberitaan. Pemberitaan itu mulia. Mau negatif pun artinya sebagai koreksi," tegas Harli. "Tapi membuat menciptakan pemufakatan jahat, seolah kejaksaan ini enggak ada benarnya.”

Dugaan Aliran Dana ke Kantong Pribadi

Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus), Abdul Qohar, mengungkapkan bahwa Tian diduga menerima uang sebesar Rp 487 juta untuk membuat dan menyebarkan berita yang menyudutkan Kejagung. Namun, uang tersebut diterima atas nama pribadi, tanpa kontrak yang mengatasnamakan JAK TV.

"Tian ini mendapat uang itu secara pribadi, bukan atas nama sebagai direktur ya, JAK TV ya. Karena tidak ada kontrak tertulis antara perusahaan JAK TV dengan yang para pihak yang akan ditetapkan," jelas Qohar.

Uang tersebut diduga berasal dari dua advokat, Marcella Santoso dan Junaedi Saibih, yang juga telah ditetapkan sebagai tersangka. Konten-konten negatif yang dihasilkan kemudian dipublikasikan oleh Tian melalui berbagai platform media sosial dan media online yang terafiliasi dengan JAK TV.

Salah satu contoh narasi negatif yang disebarkan adalah terkait kerugian keuangan negara dalam sejumlah perkara. Namun, perhitungan kerugian keuangan negara tersebut dinilai tidak benar dan menyesatkan.

"Tersangka TB menuangkannya dalam berita di sejumlah media sosial dan media online," kata Qohar.

Pembiayaan Aksi Demo dan Diskusi

Selain itu, Marcella Santoso dan Junaedi Saibih juga diduga mendanai aksi demonstrasi dan acara diskusi yang bertujuan untuk menciptakan narasi negatif demi menjatuhkan nama Kejagung. Demonstrasi ini diliput oleh JAK TV atas perintah Tian Bahtiar.

"Tersangka MS dan JS membiayai demonstrasi-demonstrasi dalam upaya untuk menggagalkan penyidikan, penuntutan, dan pembuktian perkara a quo (tersebut) di persidangan sementara berlangsung," ungkap Qohar.

Keduanya juga diduga membiayai sejumlah kegiatan seperti seminar, podcast, dan talkshow di berbagai media online, dengan tujuan menggiring opini publik terhadap fakta hukum yang dibahas di persidangan.

"Tersangka MS dan tersangka JS menyelenggarakan dan membiayai kegiatan seminar-seminar, podcast, dan talkshow di beberapa media online, dengan mengarahkan narasi-narasi yang negatif dalam pemberitaan untuk mempengaruhi pembuktian perkara di persidangan," papar Qohar.

Sikap Dewan Pers

Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu, menegaskan bahwa pihaknya tidak akan mencampuri penanganan kasus yang menjerat Direktur Pemberitaan JAK TV. Dewan Pers akan menghormati proses hukum yang sedang berjalan, namun tetap berwenang untuk menilai karya jurnalistik dan etika profesi.

"Untuk menentukan apakah sebuah produk media merupakan karya jurnalistik atau bukan, itu adalah kewenangan etik Dewan Pers sesuai amanat UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers," jelas Ninik.

Dewan Pers akan menilai apakah pemberitaan yang diproduksi memenuhi standar kode etik jurnalistik dan apakah ada pelanggaran perilaku oleh jurnalis dalam prosesnya.

"Pers dituntut bekerja profesional, mengedepankan standar moral tinggi, tidak mencampurkan opini dengan fakta, dan tidak terlibat praktik tidak etis seperti suap atau permintaan imbalan," tegas Ninik.

Kejagung dan Dewan Pers telah sepakat untuk saling menghormati batas kewenangan masing-masing. Kejagung akan melanjutkan proses hukum terkait dugaan tindak pidana, sementara Dewan Pers akan mengkaji dari sisi etika jurnalistik yang menjerat Tian sebagai Direktur Pemberitaan JAK TV.