BPS Dorong Pembaruan UU Statistik: Hadapi Tantangan Era Digital dan Ancaman Keamanan Data

Badan Pusat Statistik (BPS) secara aktif mendorong percepatan revisi Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik. Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, menekankan bahwa pembaruan regulasi ini sangat krusial untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman, terutama dalam menghadapi tantangan era digital dan kebutuhan akan data yang lebih aman.

Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Amalia menjelaskan bahwa UU Statistik yang ada saat ini sudah berusia lebih dari dua dekade dan belum pernah mengalami perubahan signifikan. Selama periode tersebut, Indonesia telah melewati berbagai krisis ekonomi dan pandemi COVID-19, yang menunjukkan betapa pentingnya data statistik yang akurat dan relevan dalam pengambilan kebijakan.

Amalia menyoroti beberapa poin penting yang perlu diakomodasi dalam revisi UU Statistik, di antaranya:

  • Adaptasi terhadap perkembangan teknologi: Perkembangan pesat big data dan kecerdasan buatan (AI) membuka peluang baru dalam pengumpulan dan pengolahan data statistik. UU Statistik yang baru harus mampu mengakomodasi pemanfaatan teknologi ini untuk menghasilkan data yang lebih cepat, akurat, dan komprehensif.
  • Peningkatan keamanan data: Ancaman serangan siber terhadap data statistik semakin meningkat. UU Statistik yang baru harus memberikan landasan hukum yang kuat untuk melindungi data statistik dari akses ilegal dan manipulasi.
  • Penyediaan data yang lebih detail dan beragam: Kebutuhan akan data yang lebih granular dan beragam semakin meningkat. UU Statistik yang baru harus mendorong BPS untuk menghasilkan data yang sesuai dengan kebutuhan pengguna.
  • Peningkatan koordinasi statistik nasional: Tata kelola statistik nasional masih kurang terpadu. UU Statistik yang baru harus memperkuat koordinasi antara berbagai lembaga pemerintah dalam menghasilkan dan menggunakan data statistik.
  • Modernisasi penyelenggaraan statistik: Penyelenggaraan statistik perlu dimodernisasi agar lebih efisien dan efektif. UU Statistik yang baru harus mendorong penggunaan teknologi dan metode baru dalam pengumpulan dan pengolahan data.
  • Peningkatan partisipasi masyarakat: Partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan statistik perlu ditingkatkan. UU Statistik yang baru harus mendorong BPS untuk melibatkan masyarakat dalam pengumpulan dan penggunaan data.

Amalia juga mengusulkan agar nama lembaga tetap BPS setelah revisi UU Statistik disahkan. Hal ini sesuai dengan praktik standar penamaan kantor statistik di negara lain.

Revisi UU Statistik diharapkan dapat mewujudkan penyelenggaraan statistik yang lebih profesional, transparan, dan terstandardisasi. Dengan demikian, data statistik yang dihasilkan akan lebih berkualitas dan relevan untuk mendukung pembangunan negara.