Indonesia Jajaki Kerja Sama dengan Inggris dalam Percepatan Pembangunan PLTN Modular

Pemerintah Indonesia tengah menjajaki potensi kerja sama dengan Inggris dalam rangka mempercepat pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di tanah air. Fokus utama dari penjajakan ini adalah penerapan teknologi PLTN modular yang dianggap sesuai dengan karakteristik geografis Indonesia sebagai negara kepulauan.

Pembicaraan mengenai potensi kerja sama ini terungkap dalam pertemuan antara Wakil Ketua MPR RI Eddy Soeparno, Utusan Presiden Bidang Iklim dan Energi Hashim Djojohadikusumo, dan mantan Perdana Menteri Inggris Tony Blair di Jakarta. Pertemuan tersebut membahas kemungkinan transfer teknologi nuklir dari Inggris ke Indonesia.

Eddy Soeparno menjelaskan bahwa Hashim Djojohadikusumo memaparkan rencana Indonesia dalam pengembangan energi baru dan terbarukan selama 15 tahun mendatang, termasuk di dalamnya pengembangan energi nuklir. Tony Blair menyambut baik rencana tersebut dan menyampaikan bahwa Inggris telah mengembangkan teknologi PLTN modular dengan kapasitas kecil, antara 300 hingga 500 MW, yang dinilai ideal untuk negara kepulauan seperti Indonesia.

PLTN modular memiliki beberapa keunggulan, di antaranya biaya pembangunan yang lebih terjangkau, waktu konstruksi yang lebih singkat, dan fleksibilitas dalam penempatan lokasi. Teknologi ini memungkinkan pembangunan PLTN di berbagai pulau, sehingga dapat meningkatkan pasokan listrik dan mengurangi ketergantungan pada energi fosil.

Sebagai tindak lanjut dari pertemuan tersebut, perusahaan-perusahaan Inggris yang mengembangkan teknologi PLTN modular akan diundang untuk memberikan presentasi lebih lanjut kepada pemerintah Indonesia. Pemerintah Indonesia saat ini masih menunggu presentasi dari perusahaan Inggris tersebut, sambil terus mematangkan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025-2034.

Saat ini, pemerintah Indonesia belum menetapkan lokasi pasti untuk pembangunan PLTN. Namun, Kalimantan Barat dan Bangka Belitung menjadi dua kandidat kuat lokasi pembangunan PLTN. Dalam RUPTL 2025-2034, direncanakan pengembangan PLTN dengan kapasitas 1 gigawatt (GW). Pengembangan energi nuklir menjadi penting karena diperkirakan sumber-sumber energi terbarukan di Jawa akan habis pada tahun 2038. Selain itu, pengembangan baterai sebagai media penyimpanan energi juga menjadi perhatian pemerintah.

Sebelumnya, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mengungkapkan bahwa ada tiga negara yang telah mengajukan proposal pengembangan PLTN di Indonesia, yaitu Amerika Serikat, Rusia, dan China. Proposal-proposal tersebut saat ini masih dalam tahap negosiasi dengan pemerintah Indonesia, dengan skema kemitraan yang ditawarkan.

Sekretaris Dewan Keamanan Federasi Rusia Sergei K Shoigu juga telah menyampaikan minat negaranya untuk membangun PLTN di Indonesia saat bertemu dengan Presiden Prabowo Subianto. Selain itu, China National Nuclear Corporation (CNNC) juga telah menyatakan minat serupa saat kunjungan Presiden Prabowo ke China pada akhir tahun 2024.

Westinghouse Electric Corporation dari Amerika Serikat juga telah bermitra dengan salah satu anggota Kadin untuk menjajaki peluang pengembangan PLTN di Indonesia. Dengan demikian, Indonesia memiliki beberapa opsi potensial dalam pengembangan energi nuklir, baik melalui kerja sama dengan Inggris maupun dengan negara-negara lain yang memiliki teknologi dan pengalaman di bidang ini.

Pengembangan PLTN di Indonesia diharapkan dapat menjadi solusi untuk memenuhi kebutuhan energi yang terus meningkat, mengurangi emisi gas rumah kaca, dan meningkatkan ketahanan energi nasional.