Laporan Carbon Tracker Ungkap: Ambisi Iklim Perusahaan Migas Terganjal Realitas Politik dan Krisis Energi
Ambisi Iklim Perusahaan Migas Terganjal Realitas Politik dan Krisis Energi
Laporan terbaru dari lembaga riset lingkungan Carbon Tracker menunjukkan bahwa upaya transisi energi global menghadapi tantangan serius akibat faktor politik dan krisis energi global. Laporan tersebut menyoroti bagaimana terpilihnya kembali tokoh-tokoh dengan kebijakan pro-bahan bakar fosil dan ketidakstabilan geopolitik, seperti perang di Ukraina, telah memperlambat bahkan memundurkan komitmen perusahaan-perusahaan minyak dan gas (migas) terhadap target iklim.
Carbon Tracker melakukan evaluasi mendalam terhadap 30 perusahaan migas hulu terbesar di dunia, dengan menggunakan enam kriteria utama untuk mengukur aksi iklim mereka. Kriteria ini mencakup:
- Opsi Investasi: Penilaian terhadap investasi perusahaan dalam energi bersih versus bahan bakar fosil.
- Regulasi dan Sanksi: Analisis dampak regulasi lingkungan dan potensi sanksi terhadap rencana bisnis perusahaan.
- Rencana Produksi: Evaluasi rencana produksi migas perusahaan dan keselarasan dengan target iklim global.
- Target Emisi Karbon dan Metana: Penilaian komitmen perusahaan dalam mengurangi emisi gas rumah kaca.
- Kompensasi Eksekutif: Analisis apakah kompensasi eksekutif perusahaan terkait dengan pencapaian target iklim.
Setiap perusahaan diberikan peringkat dari A hingga H, dengan A sebagai kinerja terbaik dan H sebagai kinerja terburuk. Hasilnya menunjukkan bahwa tidak ada satupun perusahaan yang mencapai peringkat lebih tinggi dari D, dan tidak ada yang unggul dalam lebih dari satu metrik. Ini mengindikasikan bahwa secara keseluruhan, industri migas masih jauh dari jalur yang selaras dengan tujuan Perjanjian Paris.
Temuan utama laporan ini adalah bahwa banyak perusahaan migas besar secara aktif meningkatkan produksi bahan bakar fosil dan menyetujui proyek-proyek baru yang tidak sesuai dengan target iklim global. Peningkatan ini sebagian didorong oleh keyakinan baru atau sikap yang lebih agresif dalam mengejar produksi bahan bakar fosil sejak terpilihnya kembali tokoh politik tertentu. Hal ini menimbulkan kekhawatiran tentang komitmen sejati industri terhadap transisi energi dan potensi risiko bagi investor yang memiliki mandat atau fokus pada isu-isu iklim.
Laporan ini juga menyoroti bahwa meskipun ada kemajuan terbatas dalam pengurangan emisi metana, banyak perusahaan masih gagal mengatasi sumber-sumber kebocoran metana yang signifikan. Emisi metana adalah masalah serius karena metana adalah gas rumah kaca yang sangat kuat, dan kebocoran dapat secara signifikan mengurangi manfaat iklim dari gas alam dibandingkan dengan batu bara.
Lebih lanjut, laporan Carbon Tracker menyoroti peningkatan investasi dalam proyek-proyek LNG, yang sering dipandang sebagai bahan bakar transisi. Meskipun LNG dapat memiliki intensitas karbon yang lebih rendah daripada batu bara dalam beberapa kasus, infrastruktur LNG yang baru dapat mengunci negara-negara ke dalam ketergantungan pada bahan bakar fosil selama beberapa dekade, yang berpotensi menghambat upaya transisi energi yang lebih cepat. Laporan ini menyarankan bank dan perusahaan asuransi untuk berhati-hati terhadap risiko finansial jangka panjang yang mungkin timbul dari terus mendukung perusahaan-perusahaan yang strateginya tidak sejalan dengan upaya global untuk mengatasi perubahan iklim.