Harga Kelapa di Yogyakarta Stabil di Tengah Pasokan Terbatas, Kulon Progo Jadi Penopang Utama

Pasca perayaan Idul Fitri, sejumlah wilayah di Indonesia mengalami fluktuasi harga kelapa. Namun, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menunjukkan resiliensi dengan harga yang cenderung stabil, meski diwarnai tantangan pasokan yang terbatas.

Di Pasar Serangan, Yogyakarta, Paijem, seorang pedagang kelapa, mengungkapkan bahwa ia mendapatkan pasokan dari pengepul dengan harga Rp 10.000 per butir, dengan ketentuan pembelian dalam jumlah besar dan campuran ukuran. Keterbatasan stok di tingkat pengepul memaksa Paijem untuk hanya mengambil sekitar 1.000 butir kelapa setiap tiga hari. Pasokan kelapa Paijem berasal dari wilayah Pengasih, Kulon Progo. Harga jual kelapa di tingkat konsumen bervariasi antara Rp 14.000 hingga Rp 15.000 per butir, tergantung ukuran.

Pedagang lainnya, Yati, juga mengamini kondisi serupa. Ia memperoleh kelapa dari pengepul seharga Rp 15.000 per butir dengan persyaratan pembelian partai besar. Harga jual di pasar berkisar antara Rp 18.000 hingga Rp 20.000 per butir, tergantung ukuran. Yati menambahkan bahwa harga kelapa parut lebih tinggi, mencapai Rp 35.000 per kilogram. Ia memprediksi kenaikan harga kelapa parut menjelang Idul Adha, seiring meningkatnya permintaan santan untuk masakan daging.

Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) DIY, Yuna Pancawati, menjelaskan bahwa pasokan kelapa di DIY masih dalam kategori aman, sehingga tidak terjadi lonjakan harga yang signifikan. Harga di beberapa pasar di Sleman berkisar antara Rp 12.000 hingga Rp 15.000 per butir, tergantung ukuran. Harga termurah ditemukan di Wates, Kulon Progo, berkisar antara Rp 12.000 hingga Rp 13.000 per butir. Hal ini disebabkan karena Kulon Progo merupakan salah satu sentra penghasil kelapa di DIY, selain pasokan dari Sumatera. Yuna menambahkan bahwa harga kelapa saat ini sudah lebih rendah dibandingkan sebelumnya, yang sempat mencapai Rp 20.000 per butir. Selain itu, terdapat kecenderungan petani untuk menjual kelapa muda karena harganya lebih tinggi dan masa panennya lebih singkat.

Kondisi berbeda terjadi di wilayah lain seperti Sumatera Utara, di mana harga kelapa naik dari Rp 5.000 menjadi Rp 11.000 per kilogram. Di Jawa Tengah, harga kelapa mencapai Rp 17.000 per butir, naik dari harga normal Rp 10.000. Menurut pedagang di Medan Mega Trade Center (MMTC), kenaikan harga kelapa dipicu oleh tingginya harga di pasar ekspor. Mantan Menteri Perdagangan, Budi Santoso, menyoroti bahwa ekspor kelapa bulat yang tinggi menjadi faktor utama kelangkaan dan kenaikan harga di dalam negeri.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Kelapa di Yogyakarta:

  • Stabilitas Pasokan: Ketersediaan kelapa yang relatif stabil di DIY, terutama berkat kontribusi Kulon Progo, menjadi faktor utama penahan harga.
  • Keterbatasan Stok: Meskipun stabil, pedagang mengakui adanya keterbatasan stok dari pengepul, yang memengaruhi volume penjualan.
  • Ukuran Kelapa: Harga jual di tingkat konsumen sangat dipengaruhi oleh ukuran kelapa.
  • Permintaan Musiman: Menjelang hari besar seperti Idul Adha, permintaan kelapa parut meningkat, berpotensi mendorong kenaikan harga.
  • Preferensi Petani: Kecenderungan petani untuk menjual kelapa muda dapat memengaruhi pasokan kelapa tua untuk kebutuhan konsumsi.

DIY berhasil menjaga stabilitas harga kelapa di tengah tantangan pasokan dan fluktuasi harga di wilayah lain. Peran Kulon Progo sebagai pemasok utama dan manajemen pasokan yang baik menjadi kunci keberhasilan ini.