DPR Tekankan Kesejahteraan Petani: Bulog Diminta Fleksibel dalam Penyerapan Gabah

DPR Tekankan Kesejahteraan Petani: Bulog Diminta Fleksibel dalam Penyerapan Gabah

Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Alex Indra Lukman, menekankan pentingnya pemahaman yang tepat terhadap arahan Presiden Prabowo Subianto terkait penyerapan gabah oleh Badan Urusan Logistik (Bulog). Pernyataan ini muncul sebagai respons terhadap kekhawatiran akan potensi salah interpretasi terhadap kebijakan pemerintah dalam menjaga stabilitas harga gabah dan kesejahteraan petani. Alex menegaskan bahwa intervensi Bulog hanya diperlukan ketika harga gabah di tingkat petani berada di bawah nilai keekonomisan.

"Instruksi Presiden Prabowo Subianto sangat jelas, yakni untuk meningkatkan kesejahteraan petani," ujar Alex dalam keterangannya pada Jumat (7/3/2025). "Jika harga jual beras petani di pasar sudah melebihi nilai keekonomisan, Bulog tidak perlu ikut campur. Intervensi Bulog hanya diperlukan ketika harga di tingkat petani sudah murah." Hal ini diiringi dengan proyeksi Badan Pusat Statistik (BPS) yang memperkirakan total produksi beras akan mencapai 8 juta ton hingga Maret 2025, dan terus meningkat hingga mencapai 13-14 juta ton pada April 2025.

Alex menjelaskan bahwa harga tebus gabah sebesar Rp 6.500 per kilogram yang ditetapkan merupakan angka ideal yang telah mempertimbangkan aspek kesejahteraan petani. Namun, ia menekankan pentingnya fleksibilitas Bulog dalam menentukan harga tebus di berbagai daerah. "Harga tebus tersebut tidak boleh disamaratakan untuk seluruh wilayah Indonesia," tegasnya. "Jika pihak swasta di suatu daerah mampu membeli gabah dengan harga di atas Rp 6.500 per kilogram, misalnya Rp 7.000 per kilogram, maka Bulog harus ikut harga setempat jika ingin memenuhi cadangan di gudang daerah tersebut. Jangan sampai petani dirugikan dengan dipaksa menjual gabah dengan harga yang lebih rendah daripada penawaran pasar."

Lebih lanjut, Alex mengingatkan pentingnya menghindari kesan bahwa Bulog memaksa petani menjual gabah kepada mereka. Ia menekankan perlunya mencegah monopoli dalam sektor gabah dan beras. "Jangan sampai muncul kesan bahwa aparat negara 'memaksa' petani untuk menjual gabah atau berasnya kepada Bulog," katanya. "Petani harus memiliki kebebasan untuk memilih pembeli yang menawarkan harga terbaik. Negara tidak boleh melakukan monopoli dalam sektor ini." Alex menambahkan bahwa laporan yang diterimanya menunjukkan apresiasi petani terhadap kebijakan pemerintah, namun ia menyoroti potensi kesalahpahaman yang bisa muncul dari berbagai formulir dan surat edaran yang beredar.

Terkait hal ini, Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan, juga memberikan klarifikasi terkait formulir pernyataan komitmen pengadaan dari Bulog yang sempat menimbulkan kontroversi. Formulir tersebut mensyaratkan petani menjual Gabah Kering Panen (GKP) sesuai Harga Pembelian Pemerintah (HPP) sebesar Rp 6.500/kg, dengan pengawasan dari Babinsa, Tim Jemput Gabah, dan PPL. Zulhas menegaskan bahwa pengawasan oleh TNI dalam hal ini bukanlah kewajiban, tetapi pabrik tetap harus membeli dengan harga minimal Rp 6.500 per kilogram.

Kesimpulannya, DPR menekankan agar Bulog bertindak secara fleksibel dan tidak kaku dalam menjalankan penyerapan gabah, dengan selalu memprioritaskan kesejahteraan petani sebagai pedoman utama. Hal ini penting untuk memastikan agar kebijakan pemerintah dalam menjaga stabilitas harga beras berjalan efektif dan tidak merugikan para petani.