Mantan Karyawan Mengadu ke Polisi: Ijazah Ditahan, Kesulitan Mendapatkan Pekerjaan

SURABAYA - Seorang mantan karyawan UD Sentoso Seal, DSP (24), melaporkan perusahaan tempatnya dulu bekerja ke Polda Jawa Timur. Laporan ini dilayangkan karena ijazah miliknya ditahan oleh perusahaan tersebut sejak ia mengundurkan diri pada tahun 2020. Akibatnya, DSP mengaku kesulitan untuk mencari pekerjaan baru.

DSP mengaku bahwa banyak perusahaan yang mensyaratkan ijazah sebagai dokumen wajib saat melamar pekerjaan. Karena ijazahnya ditahan, ia terpaksa hanya membantu bisnis keluarga untuk sementara waktu. Meski demikian, ia merasa dirugikan karena ijazahnya ditahan tanpa alasan yang jelas selama lima tahun.

"Saya kesulitan melamar kerja karena ijazah ditahan. Untuk melamar, ijazah asli diperlukan. Sementara ini, saya membantu pekerjaan orang tua. Saya merasa sangat dirugikan," kata DSP setelah melapor di SPKT Polda Jatim, Senin (21/4/2025).

DSP menjelaskan bahwa ia tertarik bekerja di UD Sentoso Seal setelah melihat lowongan pekerjaan di Facebook pada November 2019. Namun, ia memutuskan untuk mengundurkan diri pada April 2020 setelah bekerja sekitar enam bulan. Dalam iklan lowongan tersebut, tidak ada persyaratan mengenai penyerahan ijazah sebagai jaminan. Akan tetapi, saat wawancara, pihak manajemen menyampaikan secara lisan bahwa ijazah akan ditahan sebagai jaminan.

Pihak manajemen beralasan bahwa penahanan ijazah diperlukan untuk mengantisipasi kecurangan dari karyawan, seperti kinerja yang tidak sesuai target atau pencurian inventaris perusahaan. "Saya tahu dari Facebook. Penjelasan mengenai penahanan ijazah disampaikan saat wawancara. Katanya, itu hanya sebagai jaminan, mungkin karena masalah keuangan atau takut ada yang mencuri," jelas DSP.

Sejak ijazahnya ditahan, DSP sudah berupaya untuk meminta kembali kepada manajemen, yaitu VO dan HS yang mengaku sebagai petugas HRD. Namun, perusahaan tidak mengembalikannya. DSP bahkan pernah mendatangi perusahaan bersama orang tuanya dan mencoba menelepon pemilik perusahaan, Jan Hwa Diana (JHD), yang belakangan viral karena kasus penahanan ijazah ini.

"Saya sudah menagih ijazah agar dikembalikan. Awalnya tidak ada respons. Saya kemudian menghubungi Bu JHD yang viral itu. Saya mencoba berbicara baik-baik, menelepon, dan datang ke sana bersama ayah saya, tetapi tidak ada orang di sana," ungkapnya.

"Setelah menelepon, saya malah dimaki-maki dengan kata-kata kotor. Saya bertanya apa masalahnya sehingga ijazah tidak dikembalikan, tetapi saya malah dimaki-maki," lanjutnya.

Pengacara DSP, Edy Tarigan, menjelaskan bahwa kliennya dijebak dengan klausul perjanjian tidak tertulis. Ada dua pilihan perjanjian yang ditawarkan kepada pelamar kerja. Pilihan pertama adalah menjaminkan uang sekitar Rp 2 juta tanpa harus menyerahkan ijazah. Pilihan kedua adalah menjaminkan ijazah asli tanpa harus menyetor uang, tetapi gaji akan dipotong sekitar Rp 1 juta setiap bulan.

"Pemotongan gaji klien kami ada buktinya, dilakukan setiap bulan. Mas DSP dibayar Rp 400.000 per minggu. Meskipun sudah dipotong sejak awal, ijazahnya belum dikembalikan," kata Tarigan di depan Gedung SPKT Polda Jatim, Senin (21/4/2025).

Tarigan menambahkan bahwa pihaknya mendampingi DSP untuk membuat laporan ke SPKT Polda Jatim dengan terlapor VO dan kawan-kawan. Laporan ini dibuktikan dengan STPL Nomor LP/B/532/IV/2025/SPKT/POLDA JAWA TIMUR tanggal 21 April 14.30 WIB. VO adalah pihak manajemen yang mengaku sebagai HRD dan bertanggung jawab atas proses rekrutmen serta penyitaan ijazah.

"Mengapa saya sebut 'dan kawan-kawan'? Karena yang bertanda tangan adalah VO. Pasal yang kami persangkakan adalah Pasal 372 tentang penggelapan ijazah dan barang milik klien kami," jelasnya.

Sementara itu, nasib ijazah 31 karyawan lain yang diduga ditahan oleh UD Sentosa Seal hingga kini belum diketahui. Pemilik perusahaan, Jan Hwa Diana, mengaku lupa dengan 31 karyawan yang melaporkannya dan membantah telah menahan ijazah karyawan. Bantahan ini disampaikan saat diperiksa oleh Disnakertrans Provinsi Jawa Timur pada Rabu (16/4/2025).

Kepala Bidang Pengawasan dan K3 Disnakertrans Jatim, Tri Widodo, menyatakan bahwa Diana tetap tidak mengakui penahanan ijazah dan keberadaan tenaga kerja tersebut. Laporan terkait dugaan penahanan ijazah diterima Disnakertrans dari 31 karyawan. Namun, Diana mengaku tidak ingat atau mengenali nama-nama yang tercantum dalam laporan tersebut.

Hingga saat ini, belum ada pihak yang mengaku menyimpan ijazah tersebut atau menjelaskan alasan di balik dugaan penahanan. Disnakertrans Jatim masih berupaya menyelidiki lebih lanjut dan mengidentifikasi siapa yang bertanggung jawab atas kasus ini.

Kasus ini mencuat setelah perseteruan antara Jan Hwa Diana dan Wakil Wali Kota Surabaya, Armuji, yang menarik perhatian publik. Diana pun sempat menghadiri mediasi dan hearing bersama DPRD Kota Surabaya untuk membahas permasalahan penahanan ijazah karyawan ini.