Ancaman Tarif Impor Panel Surya: Trump Pertimbangkan Bea Masuk Hingga 3.500% untuk Produk Asia Tenggara

Potensi perang dagang di sektor energi terbarukan kembali menghangat. Mantan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, dikabarkan tengah mempertimbangkan penerapan tarif impor yang sangat tinggi, mencapai 3.500%, untuk panel surya yang berasal dari negara-negara Asia Tenggara.

Langkah ini, jika benar direalisasikan, merupakan respons terhadap keluhan dari sejumlah produsen panel surya di AS yang tergabung dalam American Alliance for Solar Manufacturing Trade Committee. Keluhan tersebut menuding perusahaan-perusahaan panel surya asal China yang beroperasi di Malaysia, Kamboja, Thailand, dan Vietnam melakukan praktik dumping, yaitu menjual produk dengan harga di bawah biaya produksi, serta menerima subsidi yang tidak adil dari pemerintah negara mereka. Akibatnya, produk panel surya buatan AS menjadi kurang kompetitif di pasar domestik.

Investigasi terkait dugaan praktik curang ini sebenarnya telah berlangsung sejak tahun lalu, dipicu oleh laporan dari Hanwha Qcells (Korea) dan First Solar Inc (Arizona), serta beberapa produsen kecil lainnya. Hasilnya, tarif sementara telah diumumkan, namun tarif yang diusulkan oleh Trump jauh lebih tinggi, khususnya untuk produk dari Kamboja yang mencapai angka fantastis 3.500%. Besaran tarif bervariasi tergantung negara asal dan perusahaan. Sebagai contoh, produk Jinko Solar dari Malaysia berpotensi dikenakan tarif 41,56%, sementara produk Trina Solar dari Thailand bisa menghadapi tarif hingga 375,19%.

Tim Brightbill, pengacara American Alliance for Solar Manufacturing Trade Committee, menyatakan keyakinannya bahwa tarif ini akan efektif mengatasi praktik perdagangan yang tidak adil dan telah merugikan industri surya AS dalam waktu lama.

Namun, penerapan tarif ini masih memerlukan persetujuan dari Komisi Perdagangan Internasional AS (ITC). ITC akan melakukan penilaian untuk menentukan apakah industri panel surya AS benar-benar mengalami kerugian akibat praktik impor tersebut. Keputusan final dari ITC dijadwalkan akan diumumkan pada Juni 2025.

Rencana penerapan tarif ini menuai kritik dari kalangan industri. Solar Energy Industries Association (SEIA) berpendapat bahwa tarif tinggi justru akan kontraproduktif dan merugikan produsen surya AS. Mereka berpendapat, kenaikan harga sel surya impor akan meningkatkan biaya produksi panel surya yang dirakit di pabrik-pabrik AS, sehingga mengurangi daya saing produk AS secara keseluruhan.