Perjuangan Kartini Masa Kini: Devi, Srikandi Jalanan Ibukota
Di tengah hiruk pikuk metropolitan Jakarta, Devi Indah Wati (46) menjelma menjadi sosok inspiratif, seorang Kartini masa kini yang berjuang di kerasnya jalanan ibu kota. Bukan di ruang kelas atau kantor mewah, Devi memilih profesi sebagai pengemudi ojek online (ojol) demi menafkahi keluarganya.
Perempuan tangguh ini dengan gigih memacu kendaraan roda duanya, mengantarkan penumpang dan pesanan makanan, dari pagi hingga siang. Alasannya sederhana, namun menyentuh: membantu meringankan beban suami yang sudah lanjut usia. "Suami masih ada, tapi sudah tua. Jadi saya harus bantu cari nafkah," ungkap Devi dengan nada penuh tanggung jawab.
Keputusan Devi untuk terjun ke dunia ojol pada awalnya tidak serta merta mendapat dukungan dari keluarga. Ada kekhawatiran, ada anggapan bahwa pekerjaan ini lebih cocok untuk kaum pria. Namun, Devi bergeming. Tuntutan ekonomi keluarga menjadi motivasi terkuatnya. "Kalau bukan saya, siapa lagi yang biayain anak-anak?" tanyanya retoris.
Sebagai ibu dari tiga orang anak yang masih mengenyam pendidikan di bangku sekolah dasar, menengah pertama, dan menengah atas, Devi memiliki rutinitas yang padat. Setelah mengantar anak-anak ke sekolah, ia langsung tancap gas mencari nafkah di jalanan. Baginya, menjadi pengemudi ojol bukan hanya sekadar mencari rezeki halal, tetapi juga tentang menghadapi berbagai tantangan yang tidak mudah.
"Tantangannya berat, karena kerja di jalanan. Macet, bawa penumpang, dan risikonya tinggi," jelas Devi. Ia harus berhadapan dengan kemacetan lalu lintas, cuaca yang tidak menentu, dan potensi risiko kecelakaan. Namun, semua itu tidak membuatnya menyerah.
Justru, Devi merasa diterima dan dilindungi oleh sesama pengemudi ojol, bahkan yang laki-laki sekalipun. Ia jarang mengalami diskriminasi dari penumpang, dan merasa bahwa komunitas ojol adalah keluarga kedua baginya. "Selama ini penumpang laki-laki baik-baik saja, enggak pernah diskriminatif. Teman-teman ojol juga saling rangkul, bahkan banyak yang melindungi saya," tuturnya.
Meski demikian, Devi tidak menampik bahwa sebagai perempuan, ia kerap kali mendapat perlakuan yang berbeda di jalanan. "Kadang dimarahin orang meskipun kita udah minggir. Karena kita perempuan mungkin, jadi sering disalahin," ujarnya. Namun, ia tidak terlalu mempermasalahkan hal tersebut dan memilih untuk fokus pada pekerjaannya.
Di balik segala tantangan dan kesulitan, Devi justru menemukan sisi positif dari pekerjaannya. Ia merasa bahwa pekerjaannya membuka ruang sosial yang baru dan memperluas jaringan pertemanannya. "Senangnya bisa ketemu banyak orang, jadi banyak teman. Kadang ketemu orang baru tapi serasa udah kenal lama," ungkap Devi.
Di momen peringatan Hari Kartini, Devi memiliki pandangan yang mendalam tentang peran perempuan di masa kini. Ia menekankan pentingnya kemandirian ekonomi bagi perempuan. "Perempuan jangan bergantung sama laki-laki. Kita punya tanggung jawab, apalagi kalau punya anak. Kalau suami baik ya syukur, tapi kalau enggak, kita harus bisa mandiri," tegasnya.
Devi berharap agar perempuan Indonesia tidak mudah menyerah dan selalu berusaha untuk menjadi contoh yang baik bagi anak-anaknya. "Kalau bisa, perempuan itu jangan gampang lemah. Harus jadi contoh buat anak-anak, bukan cuma bapaknya, ibunya juga," pesannya.
Baginya, Hari Kartini bukan hanya sekadar momen seremonial, tetapi juga pengingat bahwa perjuangan perempuan belum selesai. Ia juga menyoroti pentingnya lapangan kerja yang ramah bagi perempuan, terutama yang berusia di atas 35 tahun. "Semoga ada lebih banyak lapangan kerja buat perempuan, terutama yang usianya 35 tahun ke atas. Karena sekarang banyak yang ditolak kerja hanya karena umur, padahal punya ijazah," pungkasnya.
Kisah Devi adalah cerminan dari semangat Kartini yang terus hidup di era modern. Ia adalah bukti bahwa perempuan memiliki kekuatan dan kemampuan untuk berkontribusi dalam berbagai bidang, termasuk di sektor informal seperti pengemudi ojek online. Semangatnya yang pantang menyerah dan dedikasinya kepada keluarga patut menjadi inspirasi bagi kita semua.