Indonesia Soroti Potensi Diskriminasi dalam Regulasi EUDR, Tekankan Komitmen pada Sawit Berkelanjutan

Pemerintah Indonesia menyatakan kekhawatiran atas potensi diskriminasi yang terkandung dalam European Union Deforestation Regulation (EUDR), sebuah regulasi yang diinisiasi oleh Uni Eropa. Regulasi ini dinilai dapat memberikan dampak negatif terhadap ekspor sejumlah komoditas unggulan Indonesia, termasuk kelapa sawit, kayu, karet, dan kakao. Kekhawatiran ini disampaikan oleh Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Kementerian Perdagangan RI, Fajarini Puntodewi, dalam sebuah forum diskusi di Jakarta.

Fajarini menekankan bahwa Indonesia telah berkomitmen untuk memenuhi permintaan global dengan praktik-praktik manajemen yang ramah lingkungan. Ia menyatakan bahwa EUDR, yang bertujuan untuk mencegah deforestasi global terkait dengan produksi komoditas tertentu, justru dapat menghambat upaya Indonesia dalam mencapai tujuan tersebut. Pemerintah Indonesia berpendapat bahwa regulasi ini kurang mempertimbangkan upaya-upaya berkelanjutan yang telah dilakukan oleh Indonesia dalam pengelolaan sumber daya alamnya.

Meski demikian, Fajarini menegaskan bahwa pemerintah Indonesia tetap berkomitmen untuk meningkatkan kualitas industri dalam negeri agar sejalan dengan prinsip-prinsip keberlanjutan yang diamanatkan oleh EUDR. Langkah ini diambil sebagai antisipasi dan persiapan jika regulasi tersebut diberlakukan secara penuh. Salah satu wujud komitmen tersebut adalah melalui sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO), sebuah skema sertifikasi yang bertujuan untuk memastikan praktik berkelanjutan dalam industri kelapa sawit.

Sertifikasi ISPO, yang telah berjalan sejak tahun 2011, terus diperkuat melalui berbagai regulasi, termasuk Peraturan Presiden. Saat ini, sekitar 5,68 juta hektare lahan sawit dari total 16 juta hektare telah bersertifikasi ISPO. Pemerintah mengakui bahwa biaya sertifikasi yang tinggi menjadi salah satu kendala utama dalam memperluas cakupan ISPO. Untuk mengatasi hal ini, pemerintah terus mendorong kepatuhan melalui kebijakan-kebijakan baru, seperti Perpres No. 16 Tahun 2025, meskipun implementasinya masih menunggu petunjuk teknis lebih lanjut.

Selain upaya pemerintah, sektor keuangan nasional juga menunjukkan dukungan terhadap praktik bisnis berkelanjutan. Lembaga keuangan seperti UOB turut menyesuaikan kebijakan mereka dengan target net zero emisi. UOB bahkan telah meluncurkan lembaran keberlanjutan yang mencakup sektor kelapa sawit dan sektor-sektor lainnya. Langkah-langkah ini mencerminkan upaya kolektif Indonesia dalam menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi dengan tanggung jawab lingkungan, serta menjaga daya saing di pasar global.

Daftar Komoditas yang Berpotensi Terdampak EUDR:

  • Kelapa Sawit
  • Kayu
  • Karet
  • Kakao

Sebagai informasi tambahan, EUDR awalnya dijadwalkan untuk berlaku pada tahun 2023, tetapi kemudian ditunda hingga 30 Desember 2025. Penundaan ini memberikan waktu bagi Indonesia dan negara-negara lain untuk mempersiapkan diri dan bernegosiasi dengan Uni Eropa mengenai implementasi regulasi tersebut.