Dinas Pendidikan Lumajang Investigasi Pola Komunikasi dalam Kasus Dugaan Pelecehan Seksual oleh Oknum Guru

LUMAJANG, Jawa Timur - Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud) Kabupaten Lumajang tengah menyoroti secara serius pola interaksi antara seorang guru dan muridnya, menyusul terungkapnya kasus dugaan pelecehan seksual yang melibatkan oknum guru di sebuah Sekolah Dasar Negeri (SDN) di wilayah Kecamatan Tempursari.

Kasus ini bermula ketika seorang guru Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan (PJOK) berinisial J, diduga melakukan tindakan tidak senonoh terhadap salah seorang muridnya yang berusia 13 tahun. Modus yang digunakan pelaku adalah melakukan panggilan video (video call) kepada korban, kemudian mempertontonkan bagian tubuh pribadinya.

Kepala Dindikbud Lumajang, Nugraha Yudha, mengungkapkan adanya indikasi komunikasi yang tidak semestinya antara guru dan murid sebelum insiden tersebut terjadi. Ia menyoroti pesan yang dikirimkan korban kepada pelaku pada malam hari, serta penggunaan bahasa yang dianggap kurang pantas dalam percakapan seorang siswa dengan gurunya. Nugraha juga menyinggung pengaruh media sosial yang dinilai turut berperan dalam membentuk pola komunikasi yang kurang etis tersebut.

"Komunikasi yang terjalin ini intensitasnya cukup sering, bahkan ditemukan istilah-istilah seperti 'spill dong', yang jelas terpengaruh oleh budaya media sosial," ujar Nugraha.

Lebih lanjut, Nugraha menjelaskan bahwa pihaknya tidak bermaksud menyalahkan korban atau membela pelaku. Namun, ia menekankan pentingnya menjaga nilai-nilai kesopanan dan etika dalam berkomunikasi, terutama di era digital saat ini. Ia khawatir pesatnya perkembangan media sosial dapat mengikis tradisi ketimuran yang selama ini dijunjung tinggi oleh masyarakat Indonesia.

Guna mencegah terulangnya kejadian serupa, Dindikbud Lumajang berencana mengambil langkah-langkah preventif, di antaranya:

  • Pembatasan penggunaan gawai: Memberlakukan pembatasan penggunaan gadget oleh siswa selama berada di lingkungan sekolah.
  • Pengawasan intensif: Memberikan tugas tambahan kepada guru untuk melakukan pengawasan secara berkala terhadap isi ponsel siswa. Tujuannya adalah untuk mendeteksi dini potensi perilaku menyimpang atau mencurigakan yang mungkin terjadi.
  • Razia berkala: Melakukan razia secara tiba-tiba dan berkala terhadap ponsel siswa untuk memastikan tidak ada konten-konten negatif atau komunikasi yang tidak pantas.

Nugraha berharap langkah-langkah ini dapat meminimalisir risiko terjadinya kasus serupa di masa mendatang. Ia juga mengimbau kepada seluruh pihak, terutama orang tua dan guru, untuk meningkatkan pengawasan dan memberikan edukasi yang baik kepada anak-anak tentang etika berkomunikasi dan penggunaan media sosial yang bertanggung jawab. Kasus ini menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak tentang pentingnya menjaga komunikasi yang sehat dan profesional antara guru dan murid, serta mewaspadai dampak negatif dari media sosial.