Bank Indonesia Diprediksi Tahan Suku Bunga Acuan Demi Stabilitas Rupiah di Tengah Gejolak Global
Bank Indonesia (BI) diperkirakan akan mempertahankan suku bunga acuannya pada level 5,75 persen dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) April 2025. Langkah ini diyakini sebagai respons terhadap tekanan terhadap nilai tukar rupiah akibat ketidakpastian ekonomi global yang terus meningkat.
Sejumlah ekonom memandang, mempertahankan suku bunga acuan sebagai langkah preventif untuk menjaga stabilitas rupiah. Rupiah menghadapi tekanan yang signifikan, terdepresiasi sebesar 2,59 persen menjadi Rp 16.820 per dollar AS pada 17 April lalu, dibandingkan dengan Rp 16.395 per dollar AS pada bulan sebelumnya.
Faktor Pemicu Pelemahan Rupiah
Beberapa faktor utama yang memicu pelemahan rupiah antara lain:
- Ketegangan Perdagangan AS-China: Perang dagang yang berkepanjangan antara Amerika Serikat dan China menciptakan ketidakpastian global yang signifikan, mendorong investor untuk mencari aset yang lebih aman, sehingga menyebabkan arus modal keluar dari Indonesia.
- Arus Modal Keluar: Ketidakpastian global menyebabkan arus modal keluar dari Indonesia mencapai 1,99 miliar dollar AS.
- Volatilitas Pasar Keuangan Global: Pasar keuangan global yang bergejolak juga berkontribusi pada tekanan terhadap rupiah.
Pertimbangan BI dalam Menetapkan Kebijakan
Selain menjaga stabilitas nilai tukar, BI juga mempertimbangkan faktor-faktor lain dalam menetapkan kebijakan suku bunga, termasuk:
- Cadangan Devisa: Posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Maret 2025 tercatat meningkat menjadi 157,1 miliar dollar AS, naik 2,6 miliar dollar AS dari bulan sebelumnya.
- Inflasi: Tingkat inflasi saat ini masih terkendali, berada di level 1,03 persen secara tahunan pada Maret lalu. Inflasi ini terjadi setelah deflasi dua bulan berturut-turut sebelumnya.
Dampak Kebijakan Suku Bunga
Kenaikan suku bunga dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi. Namun, dengan kondisi rupiah yang tertekan, BI diperkirakan akan memprioritaskan stabilitas nilai tukar.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede, menekankan pentingnya mempertahankan suku bunga untuk menjaga daya tarik investasi di dalam negeri dan mencegah arus modal keluar yang lebih besar. Ia juga menyoroti potensi pelebaran defisit transaksi berjalan (CAD) Indonesia akibat peningkatan impor untuk mendukung pertumbuhan ekonomi.
Memangkas suku bunga dalam kondisi seperti ini, menurut Josua, dapat memperburuk defisit transaksi berjalan dan melemahkan stabilitas eksternal, terutama jika ekspor terancam akibat perang tarif global. Oleh karena itu, mempertahankan suku bunga acuan dianggap sebagai langkah yang paling tepat untuk menjaga stabilitas ekonomi Indonesia di tengah gejolak global.