Jemaah Islamiyah: Transformasi dari Kekerasan Menuju Rekonsiliasi
Mengurai Benang Merah Jemaah Islamiyah: Sebuah Perspektif Baru
Buku "JI The Untold Story: Perjalanan Kisah Jemaah Islamiyah (2024)" menawarkan sudut pandang yang berbeda dan komprehensif tentang perjalanan organisasi Jemaah Islamiyah (JI). Ditulis oleh Irjen. Pol. Sentot Prasetyo, S.I.K., Kepala Densus 88 AT, buku ini tidak hanya mengupas sejarah kelompok yang dulunya dianggap sebagai organisasi radikal-teroris paling berbahaya di Indonesia, tetapi juga menelusuri transformasi mereka hingga keputusan untuk meninggalkan kekerasan dan membubarkan diri. Buku ini berusaha untuk memahami JI dari dalam, menggali alasan-alasan di balik tindakan mereka, dinamika internal organisasi, dan motivasi di balik perubahan haluan mereka.
Alih-alih melakukan demonisasi terhadap JI, Irjen. Pol. Sentot Prasetyo memilih pendekatan yang lebih mendalam dan empatik. Ia menyajikan narasi dari perspektif para anggota JI sendiri, memberikan suara kepada tokoh-tokoh kunci seperti Ustaz Abu Rusydan, Ustaz Para Wijayanto, Ustaz Zarkasih, Ustaz Abu Fatih, dan Ustaz Bangkir. Melalui dialog langsung dan wawancara eksklusif, buku ini membuka tabir berbagai perdebatan, negosiasi, dan kompromi yang selama ini tersembunyi dari publik. Hal ini memberikan pemahaman yang lebih nuansa tentang kompleksitas internal JI dan perjalanan mereka menuju perubahan.
Akar Sejarah dan Pergeseran Ideologi
Salah satu poin penting yang diungkap dalam buku ini adalah akar sejarah JI yang ternyata lebih dekat dengan Masyumi daripada NII atau Al-Qaeda. Nama M. Natsir, pendiri pesantren Ngruki, disebut sebagai tokoh inspiratif bagi JI dalam upayanya menegosiasikan syariat Islam dengan konstitusi melalui Piagam Jakarta. Buku ini juga mengklarifikasi perbedaan mendasar antara JI dengan NII dan Al-Qaeda dalam hal akidah, ideologi, dan strategi perjuangan. JI mengkritik NII dan Al-Qaeda karena dianggap terlalu politis, eksklusif, takfiri, dan fokus pada jihad perang serta kekerasan. Sementara itu, JI mengklaim bahwa tujuan mereka adalah dakwah dan pembinaan pendidikan, bukan politik praktis. Jihad bagi JI bukan semata-mata perang, melainkan persiapan untuk membela Islam jika diserang, dan tidak ditujukan untuk melawan pemerintah yang sah.
Dinamika Kepemimpinan dan Perubahan Strategi
Buku ini juga menyoroti perbedaan strategi yang diterapkan oleh masing-masing amir atau pemimpin JI. Pada masa kepemimpinan Ustaz Abdullah Sungkar, JI dikenal sebagai organisasi keagamaan yang sangat prinsipiel terhadap syariat Islam dan mengutamakan musyawarah dalam pengambilan keputusan. Namun, pada masa Ustaz Abu Bakar Baasyir, JI mengalami pergeseran dengan munculnya doktrin yang lebih radikal dan aksi-aksi yang tidak terkoordinasi. Perpecahan internal pun tak terhindarkan. Puncaknya, pada masa Ustaz Para Wijayanto, JI melakukan reorientasi strategi secara menyeluruh. Ustaz Para menyadari bahwa kekerasan bersifat kontraproduktif dan mengganti Pedoman Umum Perjuangan Jemaah Islamiyah (PUPJI) dengan Strataji yang lebih reformis. JI mulai menggalang dana melalui yayasan dan lembaga zakat, mendorong anggotanya untuk terlibat dalam pemerintahan melalui jalur politik, dan menghentikan operasi sayap militer (asykari). Pada akhirnya, JI memutuskan untuk membubarkan diri sepenuhnya.
Rekonsiliasi dan Pertanggungjawaban
Sebagai bukti keseriusan JI dalam membubarkan diri, buku ini menyertakan argumen syar’i yang mendukung pembelaan terhadap NKRI, foto-foto pelucutan senjata, kegiatan evaluasi kurikulum di pesantren-pesantren terafiliasi, dan permohonan maaf kepada korban serta masyarakat Indonesia. Langkah-langkah ini menunjukkan upaya JI untuk bertanggung jawab atas masa lalu dan berkontribusi pada perdamaian dan rekonsiliasi.
Evaluasi Buku: Kekuatan dan Keterbatasan
"JI The Untold Story" memiliki kekuatan dalam menyajikan informasi yang sebelumnya tidak diketahui publik dan memberikan refleksi jujur dari anggota serta pimpinan JI. Namun, buku ini juga memiliki kekurangan, seperti inkonsistensi pembahasan dan nuansa yang terlalu positif terhadap JI di beberapa bagian. Selain itu, peran Densus 88 dalam penanganan JI kurang dieksplorasi secara mendalam.
Secara keseluruhan, buku ini merupakan bacaan penting bagi siapa saja yang tertarik untuk memahami sejarah, dinamika, dan transformasi Jemaah Islamiyah. Buku ini juga memberikan pelajaran berharga tentang pentingnya kejujuran, keterbukaan, transparansi, dan pengakuan kesalahan dalam proses rekonsiliasi.