Pemerintah Kaji Ulang Harga Gabah dan Beras di Tingkat Penggilingan: Antisipasi Dampak Inpres Nomor 6 Tahun 2025

Pemerintah tengah mengkaji ulang struktur harga gabah di tingkat penggilingan dan harga beras di tingkat pedagang. Langkah ini merupakan tindak lanjut dari Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 6 Tahun 2025 yang mengatur pengadaan beras dalam negeri, meliputi Gabah Kering Panen (GKP), Gabah Kering Giling (GKG), dan beras dengan Harga Pembelian Pemerintah (HPP).

Kepala Badan Pangan Nasional (NFA), Arief Prasetyo Adi, menjelaskan bahwa penyesuaian harga GKP telah dilakukan sebelumnya, dari Rp 6.000/kg menjadi Rp 6.500/kg. Pemerintah kini berfokus pada penyesuaian harga GKG dan beras di tingkat pedagang untuk memastikan keseimbangan harga dari hulu hingga hilir.

"Setelah harga gabah di tingkat petani dipastikan stabil, langkah selanjutnya adalah memastikan harga di tingkat penggilingan dan pedagang juga terkendali. Hal ini penting untuk menciptakan sistem yang komprehensif dari hulu hingga hilir," ujar Arief.

Data dari Panel Harga Pangan NFA menunjukkan bahwa rata-rata harga GKP secara nasional pada tanggal 22 April berada di angka Rp 6.549/kg. Upaya pemerintah dalam menjaga harga di tingkat petani telah membuahkan hasil, tercermin dari peningkatan Nilai Tukar Petani (NTP) pada puncak panen Maret 2025 sebesar 6,93 poin menjadi 123,72, dibandingkan dengan NTP pada puncak panen April 2024 yang sebesar 116,79. Capaian NTP Tanaman Pangan (NTPP) saat puncak panen Maret 2025 tercatat sebesar 108,95, meningkat dibandingkan NTPP pada puncak panen April 2024 yang sebesar 105,54.

Puncak panen pada April 2024 menghasilkan produksi beras sebanyak 5,38 juta ton, dan pada Maret 2025, puncak produksi beras diperkirakan mencapai 5,57 juta ton.

Arief menekankan pentingnya kualitas gabah yang dibeli Bulog. Ia meminta penyuluh dan pihak terkait di lapangan untuk memastikan bahwa gabah yang diserap adalah GKP yang memenuhi standar kualitas.

"Meskipun HPP GKP telah ditetapkan sebesar Rp 6.500, harga tersebut adalah harga minimal. Kami mengimbau agar gabah yang diserahkan adalah gabah kering panen yang berkualitas, bukan gabah kering pohon, gabah hijau, atau gabah yang rusak," tegasnya.

Arief juga mengingatkan bahwa stabilitas harga di tingkat petani harus diimbangi dengan produksi gabah dan beras yang terjaga. Penurunan produksi dapat memicu kenaikan harga.

"Kunci utamanya adalah menjaga stabilitas produksi. Saat ini adalah waktu yang tepat bagi Bulog untuk menyerap gabah. Setelah masa panen raya berakhir, grafik harga akan cenderung menurun, dan saat itulah Bulog dapat melepas stok," jelasnya.

Selain menjaga harga di tingkat petani, pemerintah juga berupaya menjaga daya beli masyarakat, terutama kelompok masyarakat dengan tingkat ekonomi rendah.

"Melalui HPP GKP, pemerintah berupaya melindungi petani dari penurunan harga saat produksi tinggi. Bulog akan menyerap gabah sebanyak mungkin untuk menjaga harga tetap stabil. Selain itu, HPP GKG juga diperlukan untuk membantu penggiling padi dengan kapasitas kecil agar dapat bersaing secara sehat dan efisien dalam menyerap gabah dari petani," ungkap Arief.

Arief menambahkan bahwa usulan-usulan terkait harga gabah dan beras akan dirangkum dan disampaikan kepada Kementerian Koordinator Bidang Pangan. Selanjutnya, isu ini akan dibahas dalam Rapat Koordinasi Terbatas (Rakortas) Pangan dan jika diperlukan, akan dibawa ke Rapat Terbatas (Ratas) bersama Presiden. Ia menekankan bahwa keputusan apapun yang diambil harus dijalankan dengan penuh tanggung jawab, mengingat beras merupakan salah satu perhatian utama Presiden.

Deputi Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan NFA, I Gusti Ketut Astawa, meyakini bahwa penetapan HPP GKG akan mempercepat penyerapan gabah oleh Bulog.

"HPP GKG akan mendukung upaya Bulog dalam menyerap gabah. Dengan adanya peluang untuk menyerap GKG sesuai dengan Inpres yang telah dikeluarkan, Bulog memiliki ruang untuk mempercepat penyerapan," pungkasnya.