Laporan Terbaru Ungkap Peningkatan Status Keterancaman Belasan Spesies Burung di Indonesia
Laporan terbaru dari lembaga konservasi Burung Indonesia mengungkapkan bahwa 12 spesies burung di Indonesia mengalami peningkatan status keterancaman pada tahun 2024. Perubahan ini didorong oleh berbagai faktor yang mengancam kelangsungan hidup mereka.
Ria Saryanthi, Conservation Partnership Adviser Burung Indonesia, menjelaskan bahwa peningkatan status keterancaman ini mencerminkan kondisi konservasi yang memburuk bagi spesies-spesies tersebut. Evaluasi Daftar Merah IUCN oleh BirdLife International menjadi acuan dalam menentukan status keterancaman burung.
Salah satu contoh yang mengkhawatirkan adalah mentok rimba (Asacornis scutulata) yang kini berstatus Kritis (Critically Endangered). Konversi hutan rawa dataran rendah menjadi perkebunan menjadi penyebab utama meningkatnya keterancaman spesies ini.
Selain alih fungsi lahan, degradasi habitat akibat pengelolaan hutan yang tidak berkelanjutan, perburuan liar, dan pengambilan telur juga menjadi ancaman serius bagi keberadaan burung-burung tersebut. Kondisi ini semakin memperburuk prospek kelangsungan hidup mereka di alam liar.
Tak hanya mentok rimba, delapan spesies burung pantai yang merupakan burung migran juga mengalami peningkatan kategori keterancaman. Burung-burung ini sangat bergantung pada jaringan lahan basah sepanjang Jalur Terbang Asia Timur-Australasia. Hilangnya habitat penting akibat reklamasi pesisir, konversi lahan skala besar, dan gangguan manusia selama fase migrasi dan overwintering menjadi faktor utama yang menyebabkan peningkatan status keterancaman mereka.
Di sisi lain, terdapat kabar baik di mana 18 spesies burung mengalami penurunan status keterancaman, menandakan perbaikan kondisi populasi mereka. Dua spesies, yaitu pecuk-ular asia (Anhinga melanogaster) dan ibis cucuk-besi (Threskiornis melanocephalus), menunjukkan perubahan nyata di lapangan. Sejak 2004, keduanya masuk dalam kategori Mendekati Terancam Punah (Near Threatened), namun kini statusnya menurun menjadi Risiko Rendah (Least Concern). Penurunan ini mencerminkan adanya perbaikan nyata dalam kondisi populasi mereka di alam.
Penurunan status keterancaman pada 16 spesies burung lainnya disebabkan oleh ketersediaan data atau informasi baru. Contohnya, poksai kuda (Garrulax rufifrons) yang sejak 2013 dikategorikan sebagai Kritis (Critically Endangered). Setelah Burung Indonesia meninjau ulang, ternyata spesies ini dapat dijumpai secara reguler di 14 lokasi yang tersebar di enam area hutan pegunungan di Jawa. Kini, status keterancaman poksai kuda turun menjadi Genting (Endangered). Sama halnya dengan celepuk banggai dan walik banggai.