Jejak Sejarah Jakarta: Menguak Kisah Tersembunyi Kota Tua dalam Tur Jalan Kaki

Jakarta, sebuah kota metropolitan yang terus berdenyut dengan modernitas, menyimpan kekayaan sejarah yang tak ternilai harganya di kawasan Kota Tua. Baru-baru ini, sebuah tur jalan kaki gratis menawarkan pengalaman unik untuk menelusuri jejak-jejak masa lalu yang tersembunyi di balik bangunan-bangunan kuno. Dipandu oleh seorang ahli sejarah lokal, peserta tur diajak untuk menyelami cerita-cerita menarik, mulai dari kisah trem kuda hingga asal-usul meriam Si Jagur yang melegenda.

Tur dimulai dari Museum Keramik dan Seni Rupa, di mana peserta diperkenalkan dengan sejarah kawasan Kota Tua sebagai pusat perdagangan dan pemerintahan pada masa lampau. Kemudian, perjalanan dilanjutkan ke Gedung Kantor Pos, sebuah bangunan megah yang menjadi saksi bisu perkembangan sistem komunikasi di Batavia. Selanjutnya, peserta diajak menyusuri jalur trem yang dulunya menjadi tulang punggung transportasi publik di kota ini. Pemandu tur menjelaskan bahwa trem pertama kali diperkenalkan pada tahun 1869 dan awalnya ditarik oleh kuda. Seiring dengan perkembangan teknologi, trem beralih menggunakan tenaga uap dan menjadi moda transportasi eksklusif bagi kalangan tertentu.

Jejak-jejak trem masih dapat dilihat hingga saat ini, meskipun sebagian besar jalurnya telah ditutup dengan lapisan kaca. Jalur trem ini membentang dari Pasar Ikan hingga Kampung Melayu, melewati pusat-pusat perdagangan dan permukiman penting di Batavia. Pembayaran untuk naik trem dilakukan dengan menggunakan gulden, mata uang yang berlaku pada masa itu. Namun, kejayaan trem tidak berlangsung lama. Pada tahun 1933, operasional trem dihentikan karena kalah bersaing dengan moda transportasi yang lebih modern.

Salah satu daya tarik utama dari tur ini adalah kunjungan ke meriam Si Jagur, sebuah artefak bersejarah yang terletak di depan jalur trem. Meskipun Kota Tua identik dengan peninggalan Belanda, meriam Si Jagur justru merupakan warisan Portugis. Dibuat pada tahun 1625 di Macau oleh seorang pengrajin bernama Manuel Tavares Bocarro, meriam ini dianggap sebagai senjata tercanggih pada masanya. Meriam ini dibuat dari peleburan 16 meriam kecil menjadi satu. Meriam ini kemudian dipindahkan ke Melaka, yang pada saat itu lebih maju daripada Makau.

Meriam Si Jagur tiba di Batavia sebagai hasil rampasan perang. Ketika Belanda menyerang Melaka dan mengalahkan Portugis dengan bantuan Kesultanan Johor, meriam ini dibawa sebagai piala kemenangan. Namun, seiring dengan perkembangan teknologi persenjataan, meriam Si Jagur menjadi usang dan tidak lagi digunakan. Yang menarik dari meriam ini adalah simbol jempol terjepit. Di Indonesia, simbol ini sering dikaitkan dengan hal-hal yang cabul, tetapi bagi pembuatnya, simbol ini melambangkan keberuntungan.

Selain trem dan meriam Si Jagur, tur ini juga mengajak peserta untuk melihat air mancur di depan Museum Fatahillah, yang dulunya dikenal sebagai Gouveneurs Kantoor. Di tempat ini, pemandu tur menjelaskan bagaimana kehidupan di Batavia pada masa lampau, termasuk suasana eksekusi hukuman mati yang dipertontonkan di depan umum. Tur kemudian berlanjut ke Kali Besar, yang dulunya merupakan pusat bisnis atau Central Business District (CBD). Di kawasan ini, terdapat berbagai bank asing dan gudang logistik untuk rempah-rempah.

Salah satu fakta menarik yang dapat ditemukan di Kali Besar adalah tiang yang menunjukkan penurunan tanah di Jakarta. Tiang ini memperlihatkan betapa jauhnya penurunan permukaan tanah di Jakarta sejak tahun 1974. Tur kemudian berakhir di Kafe Acaraki, yang menyajikan jamu dengan cara modern. Di luar kafe, terdapat dinding dengan batu bata yang terbuka. Pada beberapa batu bata, terdapat simbol-simbol khusus yang menandakan asal perusahaan batu bata tersebut. Batu bata tersebut berfungsi sebagai pemberat kapal agar tidak oleng di laut dan akan digunakan untuk membangun kantor atau gedung di lokasi yang mereka tuju. Saat mereka kembali ke Belanda, batu bata itu diganti dengan rempah-rempah.

Tur jalan kaki ini tidak hanya memberikan informasi sejarah yang mendalam, tetapi juga memberikan pengalaman yang interaktif dan menyenangkan. Peserta tur, termasuk generasi Z, merasa antusias karena dapat belajar sejarah di luar kelas dan berinteraksi langsung dengan objek-objek bersejarah. Tur ini membuktikan bahwa sejarah tidak harus membosankan. Dengan pendekatan yang kreatif dan informatif, sejarah dapat menjadi daya tarik wisata yang menarik bagi semua kalangan.