Sorotan Tajam Menteri Agama: Revisi UU Perkawinan Mendesak di Tengah Lonjakan Kasus Perceraian

Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar menyerukan revisi mendesak terhadap Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Seruan ini muncul di tengah kekhawatiran mendalam atas meningkatnya angka perceraian di Indonesia, yang dinilai mengancam ketahanan keluarga dan kesejahteraan sosial.

Dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Badan Penasihatan, Pembinaan, dan Pelestarian Perkawinan (BP4) Tahun 2025 di Jakarta, Menag mengusulkan penambahan bab khusus dalam UU Perkawinan yang secara eksplisit mengatur tentang pelestarian perkawinan. Langkah ini dipandang krusial untuk memberikan perhatian lebih serius terhadap upaya menjaga keutuhan rumah tangga.

"Perceraian sering kali melahirkan orang miskin baru, dengan istri dan anak sebagai korban pertama. Negara harus hadir tidak hanya dalam mengesahkan pernikahan, tetapi juga dalam menjaga keberlangsungannya," tegas Menag Nasaruddin Umar.

Menag menekankan bahwa UU Perkawinan seharusnya tidak hanya berfokus pada aspek legalitas pernikahan, tetapi juga menggarisbawahi pentingnya pelestarian perkawinan sebagai fondasi perlindungan keluarga dan investasi bagi masa depan bangsa. Ia menyoroti peran vital mediasi dalam mencegah perceraian dan merekomendasikan 11 strategi mediasi yang dapat diimplementasikan oleh BP4.

11 Strategi Mediasi yang Diusulkan Menag:

  • Memperluas peran mediasi kepada pasangan pra-nikah dan usia matang yang belum menikah.
  • Proaktif mendorong pasangan muda untuk menikah.
  • Berperan sebagai "makcomblang" atau perantara jodoh.
  • Melakukan mediasi pascaperceraian untuk mencegah anak terlantar.
  • Menjadi mediator dalam konflik antara menantu dan mertua.
  • Bekerja sama dengan peradilan agama agar tidak mudah memutus perkara cerai.
  • Memediasi pasangan nikah siri untuk melakukan isbat nikah.
  • Menjadi penengah dalam permasalahan yang menghambat proses pernikahan di KUA.
  • Melakukan mediasi terhadap individu yang berpotensi selingkuh.
  • Menginisiasi program nikah massal agar masyarakat tidak terbebani biaya.
  • Menjalin koordinasi dengan lembaga pemerintah yang mengelola program gizi dan pendidikan agar anak-anak mendapat perhatian yang layak.

Selain itu, Menag mengusulkan agar BP4 memiliki peran formal dalam proses perceraian melalui surat keputusan Mahkamah Agung dan mendorong penguatan kelembagaan BP4 hingga ke tingkat daerah.

Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam (Dirjen Bimas Islam) Kemenag, Abu Rokhmad, menyambut baik usulan Menag, mengakui kompleksitas tantangan keluarga Indonesia saat ini, termasuk tingginya angka perceraian dan rendahnya pemahaman tentang perkawinan. Ia menegaskan komitmen untuk mendukung pengembangan kelembagaan dan program-program strategis BP4.

Lonjakan Angka Perceraian

Data dari Badan Peradilan Agama (Badilag) Mahkamah Agung menunjukkan peningkatan signifikan dalam angka perceraian. Pada tahun 2024, tercatat 446.359 kasus perceraian, naik dari 408.347 kasus pada tahun 2023. Sementara itu, jumlah perkawinan yang dicatat oleh Ditjen Bimas Islam Kemenag mengalami penurunan, dari 1.577.493 pada tahun 2023 menjadi 1.478.424 pada tahun 2024. Data ini menggarisbawahi urgensi untuk memperkuat upaya pelestarian perkawinan dan mengatasi akar permasalahan yang menyebabkan perceraian.

Usulan revisi UU Perkawinan oleh Menteri Agama menjadi momentum penting untuk memperbarui regulasi yang relevan dengan tantangan zaman dan memastikan perlindungan yang lebih baik bagi keluarga Indonesia. Peran aktif BP4 sebagai mediator dan penyuluh perkawinan diharapkan dapat menekan angka perceraian dan mewujudkan keluarga yang harmonis dan sejahtera.