Lonjakan Penggunaan Antibiotik Picu Pencemaran Sungai Global

Penggunaan antibiotik oleh manusia secara global mengalami peningkatan tajam dalam 15 tahun terakhir. Studi terbaru mengungkapkan konsekuensi serius dari fenomena ini, yaitu peningkatan signifikan polusi antibiotik di sungai-sungai di seluruh dunia.

Penelitian yang dipublikasikan di PNAS Nexus menyoroti bahwa konsumsi antibiotik oleh manusia melonjak sebesar 65% antara tahun 2000 dan 2015. Ironisnya, sebagian besar senyawa antibiotik tersebut tidak sepenuhnya terurai oleh sistem pengolahan air limbah konvensional. Akibatnya, ribuan ton residu antibiotik mencemari ekosistem perairan, terutama sungai.

Tim peneliti dari McGill University, Montreal, Kanada, yang dipimpin oleh Heloisa Ehat, memperkirakan bahwa dari total 29.200 ton antibiotik yang dikonsumsi secara global, sekitar 8.500 ton (29%) berakhir di sungai-sungai. Sementara itu, 3.300 ton (11%) lainnya mencemari lautan dan badan air pedalaman seperti danau dan waduk.

Para peneliti menggunakan model yang divalidasi dengan data konsentrasi terukur dari 21 jenis antibiotik di 877 lokasi di seluruh dunia untuk menghitung perkiraan tersebut. Meskipun konsentrasi residu antibiotik ini mungkin sangat kecil di sebagian besar sungai, paparan kronis terhadap zat-zat ini menimbulkan risiko serius bagi lingkungan.

Beberapa risiko yang teridentifikasi meliputi:

  • Penurunan Keanekaragaman Mikroba: Antibiotik dapat mengganggu keseimbangan ekosistem mikroba di sungai dan danau.
  • Peningkatan Resistensi Antibiotik: Keberadaan antibiotik dalam lingkungan dapat memicu perkembangan gen resistensi antibiotik pada bakteri, yang berpotensi membahayakan kesehatan manusia.
  • Dampak pada Kesehatan Ikan dan Alga: Paparan antibiotik dapat memengaruhi kesehatan dan kelangsungan hidup organisme air seperti ikan dan alga.

Studi ini juga menemukan bahwa pada kondisi aliran sungai yang rendah, tingkat antibiotik di sekitar 6 juta kilometer sungai di seluruh dunia cukup tinggi untuk menimbulkan risiko yang signifikan. Wilayah yang paling terdampak polusi antibiotik berada di Asia Tenggara, di mana konsentrasi antibiotik tertinggi ditemukan.

Amoxicillin, antibiotik yang paling banyak dikonsumsi secara global, diidentifikasi sebagai antibiotik yang paling sering berada pada konsentrasi berisiko tinggi di perairan.

Para peneliti mengakui bahwa model mereka saat ini hanya mempertimbangkan kontribusi konsumsi antibiotik manusia terhadap polusi sungai. Mereka belum memperhitungkan sumber kontaminasi antibiotik lainnya yang signifikan, seperti penggunaan antibiotik pada hewan ternak dan limbah farmasi.

Namun demikian, temuan studi ini menyoroti bahwa polusi antibiotik di sungai yang berasal dari konsumsi manusia saja sudah merupakan masalah yang mendesak dan perlu segera ditangani. Masalah ini kemungkinan akan diperburuk oleh sumber-sumber kontaminasi lain dari sektor veteriner dan industri.

Oleh karena itu, para peneliti menekankan perlunya program pemantauan dan strategi yang komprehensif untuk mengelola kontaminasi antibiotik di perairan, terutama di daerah-daerah yang berisiko tinggi. Pengawasan ketat dan tindakan pencegahan diperlukan untuk melindungi ekosistem perairan dan kesehatan manusia dari dampak buruk polusi antibiotik.