Polemik Insentif Bea Cukai: Tanggapan Kemenkeu atas Kritik AS

Polemik Insentif Bea Cukai: Tanggapan Kemenkeu atas Kritik AS

Kementerian Keuangan Republik Indonesia, melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), memberikan tanggapan resmi terkait keluhan yang diajukan oleh Kantor Perwakilan Dagang Amerika Serikat (USTR) mengenai praktik kepabeanan di Indonesia. Kritik tersebut tertuang dalam laporan National Trade Estimate Report on Foreign Trade Barriers 2025 yang menyoroti sistem insentif bea cukai di Indonesia yang dianggap berpotensi memicu praktik korupsi.

USTR menyoroti pemberian insentif kepada petugas bea cukai yang dapat mencapai 50 persen dari nilai barang sitaan atau jumlah bea terutang akibat pelanggaran kepabeanan. Hal ini dinilai bertentangan dengan Trade Facilitation Agreement (TFA) yang ditetapkan oleh Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), yang mengharuskan negara anggota menghindari pemberian insentif yang mendorong penilaian atau penagihan denda yang tidak sepadan dengan tingkat pelanggaran.

Menanggapi hal tersebut, Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa DJBC Kemenkeu, Nirwala Dwi Heryanto, memberikan penjelasan terkait mekanisme pengawasan dan pelayanan kepabeanan di Indonesia. Ia menegaskan bahwa seluruh operasional Bea Cukai telah selaras dengan ketentuan TFA WTO. Fokus utama Bea Cukai adalah memperkuat kepatuhan pelaku usaha terhadap regulasi kepabeanan, menjaga penerimaan negara, dan mencegah perdagangan ilegal.

Nirwala menjelaskan bahwa penetapan denda diberlakukan kepada pelaku usaha yang memberikan informasi nilai barang yang tidak akurat. Menurutnya, aturan ini esensial untuk mencegah masuknya barang-barang ilegal dan melindungi kepentingan negara. DJBC menjamin transparansi dan akuntabilitas dalam proses penetapan denda, memberikan kesempatan bagi pelaku usaha yang merasa tidak puas untuk mengajukan keberatan dan banding.

USTR juga menyoroti praktik penentuan nilai pabean ke satu harga. Nirwala menjelaskan bahwa Indonesia menggunakan nilai transaksi barang impor yang dilaporkan sendiri (self-assessment) sebagai dasar perhitungan bea masuk. Sistem rentang nilai (price range) digunakan sebagai acuan kewajaran, bukan sebagai harga penetapan.

DJBC secara rutin berkoordinasi dan berkomunikasi dengan pihak Amerika Serikat terkait mekanisme perdagangan antara kedua negara. Pembaharuan mengenai penguatan pelayanan dan pengawasan kepabeanan di Indonesia disampaikan setiap tahun melalui forum US-ABC (US-ASEAN Business Council) dan US Chambers. Informasi ini juga akan disampaikan kepada USTR melalui tim delegasi sebagai bahan tambahan dalam perundingan tarif perdagangan.

Lebih lanjut, Nirwala menyatakan bahwa respon komprehensif terhadap kekhawatiran USTR telah disiapkan oleh lintas kementerian untuk dikomunikasikan dan dikoordinasikan lebih lanjut. Laporan National Trade Estimate (NTE) Report on Foreign Trade Barriers 2025 yang dirilis USTR mencakup rincian hambatan perdagangan dari 59 negara mitra dagang AS, termasuk Indonesia, dan diterbitkan pada 31 Maret 2025.

Poin-poin penting yang disoroti dalam tanggapan Kemenkeu:

  • Pelayanan dan pengawasan kepabeanan Indonesia sejalan dengan TFA WTO.
  • Fokus pada kepatuhan pelaku usaha, penerimaan negara, dan pencegahan perdagangan ilegal.
  • Penetapan denda yang transparan dan akuntabel.
  • Penggunaan nilai transaksi (self-assessment) sebagai dasar perhitungan bea masuk.
  • Koordinasi rutin dengan AS melalui berbagai forum.