Permen ESDM No. 10/2025: Terobosan Strategis Percepatan Pensiun PLTU dan Pengembangan EBT

Permen ESDM No. 10/2025: Terobosan Strategis Percepatan Pensiun PLTU dan Pengembangan EBT

Disahkannya Peraturan Menteri (Permen) Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 10 Tahun 2025 tentang Peta Jalan (Road Map) Transisi Energi Sektor Ketenagalistrikan menuai apresiasi dari berbagai pihak, termasuk Institute for Essential Services Reform (IESR). Regulasi ini dipandang sebagai tonggak penting dalam upaya transisi energi yang berkelanjutan dan berkeadilan di Indonesia.

Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa, menyampaikan bahwa Permen ESDM No. 10/2025 akan menjadi landasan hukum yang krusial dalam mengarahkan pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan di masa depan. Lebih lanjut, Fabby menekankan bahwa regulasi ini membuka peluang signifikan untuk mempercepat pengakhiran operasional Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), atau yang dikenal dengan istilah pensiun dini PLTU, dengan tetap memperhatikan keandalan sistem kelistrikan nasional, biaya produksi listrik, dan prinsip-prinsip transisi energi yang adil dan merata.

Keputusan Menteri ESDM terkait persetujuan rencana pensiun dini PLTU Cirebon I melalui mekanisme Energy Transition Mechanism (ETM) menjadi bukti konkret bahwa penghentian operasional PLTU lebih awal dari yang dijadwalkan secara teknis, ekonomis, dan legal adalah sesuatu yang layak dan dapat direalisasikan. Proses pengambilan keputusan ini telah berlangsung sejak tahun 2021, dan meskipun belum sepenuhnya tuntas, hal ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam mendukung transisi energi.

Dalam kurun waktu 10 tahun mendatang, PLN dan PT Cirebon Electric Power (CEP) akan terus berkoordinasi di bawah pengawasan pemerintah untuk merencanakan pembangunan pembangkit listrik energi terbarukan (EBT) sebagai pengganti kapasitas yang hilang akibat penghentian operasional PLTU. Langkah ini krusial untuk memastikan pasokan listrik tetap terjaga dan transisi energi berjalan lancar.

Fabby menambahkan bahwa penguatan jaringan listrik juga menjadi prioritas utama untuk mengintegrasikan pembangkit EBT, khususnya yang bersifat variabel (Variable Renewable Energy/VRE). Tanpa langkah-langkah strategis ini, rencana pensiun dini PLTU berisiko gagal akibat potensi defisit pasokan listrik di tahun 2035.

Pengalaman selama tiga tahun dalam mempersiapkan pensiun dini PLTU Cirebon I diharapkan dapat menjadi pelajaran berharga dan meningkatkan kepercayaan diri PLN, pemerintah, serta pihak swasta untuk mengeksplorasi kemungkinan pengakhiran operasional PLTU lainnya di masa depan.

Berdasarkan kajian IESR, untuk mencapai target pembatasan kenaikan suhu bumi tidak lebih dari 1,5 derajat Celcius, sekitar 72 PLTU batu bara dengan total kapasitas 43,4 Gigawatt (GW) perlu dipensiunkan dalam periode 2022–2045. IESR merekomendasikan pemensiunan 18 PLTU dengan kapasitas total 9,2 GW pada periode 2025–2030. Angka ini terdiri dari delapan PLTU milik PLN (5 GW) dan 10 PLTU milik pembangkit swasta (4,2 GW).

Kajian IESR ini telah mempertimbangkan berbagai aspek yang tertuang dalam Permen ESDM Nomor 10 Tahun 2025, termasuk usia dan kapasitas pembangkit, aspek ekonomi proyek, serta dampak lingkungan, khususnya emisi gas rumah kaca. Pemerintah juga sangat memperhatikan ketersediaan dukungan pendanaan dari dalam dan luar negeri untuk mempercepat pengakhiran operasional PLTU batu bara.

Berikut poin penting dalam berita:

  • Pentingnya Permen ESDM No. 10 Tahun 2025 sebagai landasan hukum transisi energi.
  • Peluang percepatan pensiun dini PLTU dengan tetap menjaga keandalan sistem kelistrikan.
  • Persetujuan pensiun dini PLTU Cirebon I sebagai bukti kelayakan teknis, ekonomis, dan legal.
  • Kebutuhan penggantian kapasitas PLTU dengan pembangkit EBT.
  • Prioritas penguatan jaringan listrik untuk integrasi EBT.
  • Target pemensiunan 72 PLTU batu bara pada periode 2022–2045 menurut kajian IESR.
  • Pertimbangan aspek ekonomi, lingkungan, dan pendanaan dalam Permen ESDM No. 10 Tahun 2025.